
Celebesupdate.com, Makassar-Konflik agraria, sengketa yang melibatkan antara perusaahan dengan masyarakat ada kembali mencuat di beberapa wilayah. Terakhir kasus penyerangan terhadap masyarakat Adat Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatra Utara pada 22 Desember 2025.
Penyerangan ini dilakukan oleh ratusan pekerja PT Toba Pulp Lestari yang menyebabkan 33 warga terluka. Empat rumah warga dan pondok tani berupa posko masyarakat hangus terbakar. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia kini mengeluarkan pernyataan resmi yang mengecam sikap anarkis tersebut, dan meminta aparat keamanan mengusut hingga tuntas setiap perilaku yang terlibat.
Senada juga diutarakan anggota Komisi XIII DPR RI, Hj Meity Rahmatia kepada media. Ia meminta aparat hukum mengusut secara objektif dan tuntas yang menyebabkan kerugian di kalangan masyarakat adat tersebut. Menurutnya, dalam sengketa agraria melibatkan koorporasi dengan masyarakat, pemerintah harus hadir memberikan jalan tengah agar tidak merugikan kedua pihak. Di satu sisi, koorporasi menjadi penggerak ekonomi dan menyerap lapangan kerja, namun di sisi lain pula masyarakat adalah warga negara,
“Mereka berhak dilindungi dan mendapat akses pelayanan hukum yang adil dari pemerintah karena rentan menjadi korban penyalahgunaan wewenang. Terlebih bila masyarakat secara adat memang memiliki hak di wilayah tersebut,” ungkapnya. Dalam pernyataannya itu, Meity juga mendukung langkah-langkah Komnas HAM yang mengeluarkan pernyataan sikap yang meminta aparat keamanan segera menangkap para pelaku.
“Sebagai mitra di Komisi XIII, kita dukung Komnas HAM terlibat dalam kasus ini agar para korban mendapat keadilan dan kasus serupa, termasuk di daerah-daerah lain tidak terjadi dan mengorbankan masyarakat,” harapnya.
Serangan terhadap masyarakat Adat Sihaporas dikonfirmasi oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara. Sebagaimana telah dilansir di berbagai media online, penyerang disebut datang dengan kendaraan truk. Mereka mengenakan topeng, dan juga mempersenjatai diri dengan parang, tameng, dan tameng rotan.
Konflik antara masyarakat dengan perusahaan yang bergerak dalam pembuatan bubur kertas dari bahan pohon eukaliptus itu telah berlangsung sejak puluhan tahun atau sejak dibuka pada tahun 1972. Masyarakat mempertahankan sikap bahwa, perusahaan itu telah menyerobot tanah leluhur yang telah mereka diami selama sebelas generasi. Mereka juga menilai pemerintah mengabaikan hak masyarakat adat dalam sengketa ini.(*)