Oleh Yudi Latif
Saudaraku, banyak orang mencari kehormatan dlm gelar dan jabatan tanpa memenuhi nilai prinsipil dan tanggung jawab kedudukannya. “Aib terbesar,” kata Juvenalis, “ketika kamu lebih mementingkan penghidupan ketimbang harga diri, sementara demi penghidupan itu pun engkau telah kehilangan prinsip-prinsip kehidupan.”
Sutan Sjahrir, salah seorg negarawan-pemikir terbaik bangsa ini, merisaukan fenomena tsb. Dlm catatan harian balik penjara, dgn nama samaran Sjahrazad, Bung Sjahrir menulis, “Bagi kebanyakan org-org kita ‘yang bertitel’—saya pakai perkataan ini akan pengganti ‘intelektuil’, sebab di Indonesia ini ukuran org bukan terutama tingkat penghidupan intelek, akan ttp pendidikan sekolah—bagi ‘org-org yg bertitel’ itu pengertian ilmu tetap hanya pakaian bagus belaka, bukan keuntungan batin. Bagi mereka ilmu itu tetap hanya suatu barang yg mati, bukan hakekat yg hidup, berubah-ubah dan senantiasa harus diberi makan dan dipelihara.”
Masalah kegilaan pada titel (gelar) tanpa kedalaman ilmu, yg dicatat Bung Sjahrir 20 April 1934 itu, situasinya tak tambah membaik, bahkan memburuk. Gelar-gelar akademis dikejar banyak org sbg pelengkap jabatan. Lebih parah lagi, banyak dosen/peneliti memburu gelar profesor tanpa merasa perlu mempertanggungjawabkan kapabilitas keilmuannya.
Kegilaan banyak org juga berlangsung dlm perlombaan mengejar jabatan kenegaraan. Berbagai cara dilakukan org utk meraih kekuasaan dan jabatan. Namun, tatkala kedudukan itu diraih, mereka tak sungguh-sungguh menyadari bahwa dirinya pejabat yg hrs bertanggung jawab atas kehormatannya.
Perpaduan antara kegilaan atas gelar dan jabatan tanpa kedalaman ilmu, rasa malu, dan kehormatan membuat negara ini mengalami defisit kemuliaan, surplus kehinaan. Benar juga kata George Bernard Shaw, “Titel/jabatan memberi kehormatan pada org-org medioker, memberi rasa malu bagi org-org superior, dan diperhinakan oleh org-org inferior.”
Gemuruh para petaruh di bursa pencari jabatan pertanda pos-pos kenegaraan diisi org-org medioker. Derasnya umpatan, sinisme, dan ketidakpercayaan publik pd lembaga-lembaga kenegaraan menyiratkan bahwa pos-pos kenegaraan dipimpin org-org inferior.(*)
*dikutip dari tulisan status Yudi Latif di instagram
Comments