

Indonesia dikenal sebagai negara kaya sumber daya mineral. Memiliki laut luas, dan daratan kepulauan yang subur. Boleh dikata, hampir seluruh kebutuhan hidup manusia di dunia ini, tersedia di Indonesia.
Tapi kenyataannya, setelah hampir 100 tahun berdiri. Negara kita ini belum juga bisa disebut sebagai negara maju. Sebagian besar rakyatnya, hidup di bawah garis kemiskinan. Tahun 2024. Indonesia masih terdaftar dalam 100 negara termiskin di dunia. Berada di urutan ke 73. Miris, kan?
Untuk mencapai kemajuan, tentu bukan tidak ada upaya dari pemerintah. Kita sudah melihat dari periode ke periode kepemimpinan, semisal program hilirasisi di sektor pertambangan, kelautan, perkebunan dan pertanian oleh Presiden Joko Widodo. Pemaksimalan pendapatan sektor pajak, dan lain-lain.
Meski secara angka pertumbuhan ekonomi Indonesia dua tahun terakhir bisa mencapai 5 persen. Tetapi daya beli masyarakat terasa menurun. Pertumbuhan ini juga tidak berjalan searah dengan angka kemiskinan dan pengangguran yang meski menurun tapi tidak signifikan. Kesejahteraan belum merata.
Kita patut mengapresiasi upaya pemerintah dalam peningkatan pendapatan negara ini. Tetapi pada sisi lain. Masalah-masalah yang dapat menahan laju pertumbuhan pendapatan ini belum diselesaikan secara maksimal. Seperti perilaku korupsi yang memiliki efek atom terhadap pendapatan negara dan rakyat Indonesia. Kita melihat upaya pemerintah seperti mengisi air ke dalam ember yang bocor. Sekuat-kuatnya menambah air, tidak akan pernah penuh jua.
Ada banyak fraud yang menyebabkan negara kaya ini miskin terus menerus. Tapi korupsi bisa dikatakan sebagai salah satu masalah paling fundamental. Korupsi adalah hasil akhir dari perilaku hidup yang mengakar jadi budaya. Perilaku ini berbanding lurus dengan hasrat dan keinginan manusia yang tidak pernah terbatas. Yang bisa membatasinya hanya moral dan hukum atau aturan.
Indonesia sendiri telah memiliki sistem hukum yang mengatur tentang tindak pidana korupsi. Bahkan, tidak cukup dengan lembaga yudikatif dan lembaga dibawah kekuasaan eksekutif. Pemerintah juga mendirikan lembaga adhoc berupa Komisi Pemberantasan Korupsi yang memungkinkan pemberantasan korupsi berlangsung sistematis. Tapi sayangnya, semua itu tidak membuat korupsi raib dari negeri kita ini.
Tampaknya, sistem kita telah memadai. Yang dibutuhkan sesungguhnya tinggal keinginan besar dan usaha keras dari pemimpin kekuasaan, yaitu presiden.
Presiden Baru dan Optimisme Pemberantasan Korupsi
Prabowo Subianto terpilih sebagai presiden periode 2024-2029. Ia banyak dikritik karena latar belakangnya sebagai anggota militer di masa Orde Baru. Tapi karena jalan karirnya itu pula ia dikenal tegas, lugas dan memiliki rasa nasionalisme yang tinggi. Hal itu ia buktikan dengan mendirikan partai politik yang bercorak nasionalis.
Terlepas dari kritik dan kesan dari lawan-lawan politiknya. Prabowo tergambar sebagai sosok yang optimis dan tampak memiliki keinginan kuat untuk menyelesaikan masalah bangsa. Dapat disimak dari pidatonya dalam beberapa waktu terakhir. Pidato-pidatonya itu menunjukkan sikap politik dan arah kebijakannya di masa depan. Bahasanya lugas, tegas dan terkesan jujur. Jauh beda dengan gaya pemimpin sebelumnya.
Pada pidato di salah satu acara partai koalisinya di Pilpres misal. Ia tegas dan terbuka menyebut bahwa ia akan memberantas korupsi. Termasuk melawan Narkoba yang telah beredar luas dan merusak di tengah masyarakat kita. Kalimat itu membuncah begitu saja, mengalir secara alami, tanpa ia baca dari teks pidato.
Dalam perspektif komunikais politik, pernyataan-pernyataan seperti itu sangat terkesan jujur. Apa adanya. Sebuah realita yang nyaris tidak pernah ada pada seorang pemimpin sebelumnya. Jika ada, biasanya hanya teks dan bersifat diplomatis.
Nasionalismenya juga sangat menonjol dalam pidatonya itu. Seperti pernyataannya- juga bisa disebut janji, bahwa ia tidak akan membiarkan sepeserpun uang rakyat Indonesia bocor ke luar negeri. Terkesan berlebihan. Namun cukup memberi optimisme pada kita. Yaa, kata istilah, masih lebih baik politisi yang berjanji, daripada yang tidak sama sekali, hehehe…
Pada kesempatan lain, dalam sebuh forum para pakar. Presiden terpilih, Prabowo memaparkan pijakan dasar kebijakannya ke depan. Ia mengungkapkan visi pembangunannya yang berdasarkan pada ekonomi Pancasila. Konsep ekonomi jalan tengah.
Menurunya, ekonomi Pancasila berdasarkan pada cita-cita dasar bangsa Indonesia yang dituangkan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Konsep ini berdasarkan nilai-nilai masyarakat Indonesia yang berbasis pada religiusitas dan keadilan sosial.
Wah! Bila Pak Prabowo sosok yang perkataannya sejalan dengan perbuatannnya. Sepertinya, negara kita benar-benar akan mengalami kemajuan yang signifikan ke depannya. Tentu bukan hanya negara yang dalam artian penguasanya saja Tapi juga rakyatnya….semoga bukan”omon-omon” saja!