Editor 19 Juli 2024
Babra Kamar, Akademisi Univ. Teknologi Sulawesi

Peran anak muda hari-hari ini sangat signifikan, bagaimana tidak dua event politik yang baru saja berlalu pada tahun 2024 yakni Pemilu Legislatif, Pemilu Presiden dan November yang akan datang yakni Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) serentak menjadikan posisi anak muda sangat strategis dalam menentukan arah bangsa. Menurut data CSIS pemilih milenial dan Gen Z diatas 60 %.

Pemuda dalam hal ini Milenial dan Gen Z tentu saja menjadi porsi paling besar mendapat perhatian bagi para kandidat yang akan bertarung di Pilkada, tidak hanya jumlah mereka yang signifikan tapi secara kualitas akan mempengaruhi demokrasi kedepan.

Khusus di Kota Makassar, jumlah Daftar Pemilih tetap (DPT) untuk rentang usia 17-40 tahun totalnya mencapi 489 ribu dari 902 ribu DPT (data KPU Makassar per Juli 2022) jadi jumlah pemilih muda kota makassar berada diatas 50 % DPT.

Sebagai kelompok yang mendominasi pemilih di tahun 2024, maka penting untuk mencermati komitmen generasi muda terhadap demokrasi, melihat perilaku dan partisipasi politik mereka sehingga kita bisa memahami aspirasi politik mereka.

Karakter Generasi

Seperti kita ketahui ada hubungan kausalitatif antara perkembangan teknologi dan karakter tiap generasi, hal ini bisa dilacak dari bagaimana mereka tumbuh dan lingkungan seperti apa yang membentuk mereka

Tanpa bermaksud menyingkirkan generasi yang lebih tua, saya akan memfokusan tulisan ini pada tiga generasi saja yakni generasi X, milenial dan Gen Z. Mari kita mengurai satu bagaimana karakter ketiga generasi ini.

Gen X rentang usia (45-59) tahun mereka cenderung memandang bahwa hirarki sosial sangat penting, bisa dikatakan mereka sangat strukturalis memandang segala sesuatunya secara vertikal, masa depan mereka berada didalam struktur. Sukses bagi gen X adalah ketika mampu naik tangga secara perlahan dan berada dipuncak hirararki, mereka memimpikan bekerja di lembaga pemerintah, atau institusi bisnis yang mapan, pada umumnya ijasah sangat penting bagi mereka dan relasi dengan patron harus dijaga dengan baik. Tidak heran muncul teori Korea yang dipromosikan politisi Bambang Pacul yakni bagaimana cara mencari galah agar melenting, hal itu sangat khas Generasi X.

Sementara itu Gen Milenial yang berada dalam rentan usia (25-44) tahun kerap dihubungkan dengan teknologi, khususnya teknologi informasi (internet), karena itu Generasi milenial juga dikenal dengan sebutan digital native, sedari kecil mereka tumbuh dengan teknologi dan internet.  generasi ini tidak lagi memandang hirarki sosial sepenting generasi X. Mereka cenderung tidak lagi memandang perlunya memanjat status sosial seperti generasi X,  tapi Quasi-Meritrokratik, alih-alih mengandalkan ijasah mereka justru focus pada keahlian yang mereka punya, kaum milenial adalah pencipta isu di media sosial dan wirausahawan paruh waktu menjadi ciri pekerjaan mereka.

Generasi Z (15-24) bukan hanya telah mengenal internet sedari kecil, generasi inilah memprakarsai hidup bersama internet dan bahkan AI yang saat ini menjadi sangat massif. Karena itu mereka ini adalah generasi yang menggunakan teknologi digital, tak seperti dua generasi sebelumnya Gen Z tidak lagi memandang hirarki social secara vertikal, tapi horizontal dalam bentuk Kolaborasi, koleb menjadi penanda mereka, dan media sosial tidak hanya menjadi ajang eksistensi tapi sudah menjadi sumber kemakmuran mereka, maka berwirausaha penuh waktu menjadi jalan ninja mereka. Generasi ini adalah pencipta nilai-nilai baru di dalam masyarakat.

Disrupsi Teknologi dan Generasi Indonesia Emas

Anak muda dalam hal ini Generasi Milenial dan Gen Z menghadapi tantangan yang tentu saja tidak mudah terutama disrupri teknologi, jika sebelumnya ekonomi ditopang dari sektor ekstraktif saat-nya mulai memikirkan industri kreatif yang lokomotifnya anak muda.

Tantangan Disrupsi teknologi, yakni terjadinya inovasi dan perubahan besar-besaran secara fundamental karena digitalisasi, dalam hal ini: pertama, kecepatan kekuatan pemrosesan yang meningkat berkali lipat dari sebelumnya. Kedua, Big Data yang telah menjadi sumber daya “minyak” baru di abad ke-21. Ketiga, Internet Of Things dan Kelima,kecerdasan buatan (AI) yang dalam 5-10 tahun mendatang, akan mampu melakukan sebagian besar tugas-tugas manusia dengan lebih baik.

Tentu saja hal tersebut menjadi PR bersama yang tidak boleh dipandang sebelah mata oleh pemerintahan baru yang akan datang, dari pusat hingga daerah harus terjadi koordinasi dan sinkronisasi secara baik agar mampu memanfaatkan bonus demografi. Saya termasuk yang optimis terhadap visi menuju Indonesia Emas, hal tersebut tentu saja ditopang oleh program-program yang telah disampaikan Presiden terpilih, makan bergizi gratis untuk menurunkan angka stunting, layanan kesehatan dan pendidikan yang semakin inklusif merata, serta membina dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Jika kita ingin cita-cita Indonesia mas 2045, tentu saja kita membutuhkan kerja bersama, meminjam istilah Bung Karno “Gotong Royong” harus menjadi spirit di dalam kehidupan kita. Kedepan tidak hanya transfer Knowledge tetapi juga transfer teknologi menjadi keniscayaan menuju cita-cita bersama masyarakat adil dan makmur.(*)

 

Leave a comment.

Your email address will not be published. Required fields are marked*