
Puguh Herumawan yang disapa Kak Heru, tenggelam dalam dunia dongeng sejak beberapa tahun silam. Saat itu, anakny, Fira, pendongeng remaja yang telah melanglang hingga ke mancanegara, masih duduk di bangku sekolah dasar.
Anak sulungnya itu sudah besar sekarang. Kepiawaiannya sebagai pengisah pun kian terasah di pentas-pentas story telling.
Sampai kini, Kak Heru tak lelah menghibur anak-anak. Berdongeng dengan cerita yang dibubuhi pelajaran, mendidik dan penuh pesan moril.
Ajang-ajang yang melibatkan anak-anak di Kota Makassar, makin sering menghadirkan sosoknya. Tak ketinggalan,sekolah pendidikan usia dini dan sekolah dasar.
Karena itu, namanya kian lekat di kepala anak-anak di Kota Makassar. Ia identik dengan maskot boneka bernama Bona.
Di Kota Daeng, ia boleh dibilang pelopor dongeng. Mendirikan Komunitas Rumah Dongeng yang membangkitkan kembali budaya tutur itu setelah tenggelam sekian lama. Yah, lama digerus cerita-cerita populer di layar televisi. Dan sekarang, konten media sosial.
Transformasi cerita rakyat putus di tengah arus modernisasi yang cenderung berkiblat pada budaya asing. Sebagian besar anak-anak nyaris tak kenal dengan dongeng.
Terutama yang berkembang di Sulawesi Selatan. Kecuali beberapa cerita yang dikemas melalui film kartun di televisi, seperti kisah kancil dan buaya misal.
Pada masa lalu, dongeng menjadi cerita yang diwariskan secara turun temurun. Meski fiktif, masyarakat sering percaya bahwa kisah dongeng benar-benar pernah terjadi. Semisal peristiwa gerhana dimana matahari disebut tengah ditelan raksasa. Sampai kini, sebagian masyarakat masih percaya juga.
Dongeng seperti cerita umumnya yang memiliki alur, dan plot. Secara umum dongeng biasanya terbagi menjadi tiga bagian yaitu pendahuluan, peristiwa atau isi dan penutup.*
Pendahuluan merupakan kalimat pengantar untuk memulai dongeng. Peristiwa atau isi merupakan bentuk kejadian-kejadian yang disusun besarkan urutan waktu.
Penutup merupakan akhir dari bagan cerita yang dibuat untuk mengakhiri cerita, kalimat penutup yang sering digunakan dalam dongeng,misalnya mereka hidup bahagia selamanya.
Dongeng biasanya diceritakan dengan alur yang sederhana. Penulisan dongeng ditulis dalam alur cerita yang singkat dan bergerak cepat. Saat menceritakan atau menulis dongeng biasanya karakter tokoh tidak diceritakan secara rinci.
Dongeng biasanya ditulis seperti gaya penceritaan secara lisan. Serta pendahuluan dalam cerita sangat singkat dan lansung pada topik yang ingin diceritakan.
Dongeng dapat dibedakan menjadi tujuh jenis, yaitu mite, sage, fable, legenda, cerita jenaka, cerita pelipur lara dan cerita perumpamaan, mite merupakan bentuk dongeng yang menceritakan hal-hal gaib seperti cerita tentang dewa, peri ataupun Tuhan. *
Sage merupakan cerita dongeng tentang kepahlawanan, keperkasaan, atau kesaktian. Fabel merupakan dongeng tentang binatang yang bisa berbicara atau bertingkah laku seperti manusia.
Legenda merupakan bentuk dongeng yang menceritakan tentang suatu pristiwa mengenai asal usul suatu benda atau pun tempat.*
Cerita jenaka merupakan cerita yang berkembang dalam masyarakat yang bersifat komedi serta dapat membangkitkan tawa contoh cerita pak belalang.
Cerita pelipur lara biasanya merupakan bentuk cerita yang bertujuan untuk menghibur para tamu dalam suatu perjamuan dan diceritakan oleh seorang ahli cerita seperti wayang yang diceritakan oleh seorang dalang.
Cerita perumpamaan merupakan bentuk dongeng yang mengandung kiasan, ibarat nasihat-nasihat, yang bersifat mendidik contoh seorang haji pelit. Cerita daerah ialah cerita yang tumbuh dan berkembang di suatu daerah.
Dongeng biasanya mengandung lima unsur intrinsik yaitu tema, alur, penokohan,latar, amanat. Tema merupakan ide pokok dari cerita dan merupakan patokan untuk membagun suatu cerita. Alur merupakan jalan cerita yang diurutkan besarkan sebab-akibat atau pun besarkan urutan waktu.*
Penokohan merupakan proses penampilan tokoh dengan pemberian watak, dan sifat. Latar merupakan salah satu unsur pembentuk cerita yang menunjukana di mana, dan kapan rangkaian-rangkaian cerita itu terjadi. Amanat merupakan pesan yang ingin disampaikan pengerang kepada pembaca melalui cerita yang dibuatnya.
Memperkenalkan Cerita Lokal ke Pentas Nasional dan Internasional
Di Sulawesi Selatan, jenis-jenis dongeng tersebut juga banyak diwariskan. Bahkan dalam bentuk karya sastra terpanjang, seperti dalam I La Galigo. Karya itu dapat disebut sebagai epos dan legenda.
Tapi hampir sebagian besar lokasi yang menjadi latar La galigo, memiliki kesamaan dengan nama-nama daerah di Sulawesi. Semua jenis dongeng ditemukan di dalamnya, dari kepahlawanan, fabel, dan lain-lainnya.
Selain La Galigo, sangat banyak cerita lain yang diwariskan nenek moyang masyarakat sulawesi selatan. Misalnya saja cerita tentang terbentuknya komunitas masyarakat Wajo yang dikenal dengan Putri Taddampalik. Cerita masyarakat Toraja, Landorundun, dongeng Nenek Pakande, dan masih banyak lagi.
Terkulainya cerita dongeng di tengah masyarakat mengetuk pintu hati Kak Heru. Mulanya, ia mendorong anaknya, Safira yang dikenal sebagai pendongeng remaja mengembangkan bakat mendongengnnya.
Dari anaknya inilah, Kak Heru banyak pula belajar mendongeng. Dirinya berusaha menyambungkan kembali memori sejarah yang terputus pada generasi sekarang.
Meski tak memiliki latar pendidikan seni, keinginan Kak heru membangkitkan kembali dongeng cukup besar. Ia awali dengan membuat rumah dongeng. Rumah yang di dalamnya ada dirinya, istri dan anaknya.
Heru identik menjadi kelurga pendongeng, meski di luar itu, istrinya tetap eksis pada profesinya. Heru yang seorang web desainer, memilih berhenti dari tempat kerjanya, dan fokus berdongeng. Heru mengajak para orang tua di Makassar, atau di manapun, berserta anak-anaknya menjadi bagian dari rumah dongeng.
“Teknologi komunikasi yang canggih saat ini harus dimanfaatkan juga untuk menyebarluaskan dan membangkitkan nilai lokal masyarakat kita. Seperti budaya berdongeng yang sudah lama hilang pada masyarakat modern.
“Saya memutuskan membangkitkan kembali budaya ini, dan berusaha menyesuaikannya di era disrupsi saat ini. Sangat banyak pesan dan pelajaran positif dari dongeng-dongeng masyarakat lokal yang bisa disebarkan kepada generasi sekarang. Saya ajak para orang tua menghidupkan kembali budaya ini di rumah-rumah mereka”, terangnya.
Semangat Kak Heru dalam membangkitkan kembali budaya mendongeng ini, benar-benar serius. Selain berhenti dari pekerjaannya, anaknya, Safira Devi Amorita, terus ia berikan ruang dalam aktivitas seni ini meski kian beranjak dewasa.
Anaknya itu mulai mendongeng saat usia sekolah dasar. Dan, sekarang sudah tercatat sebagai mahasiswa semester akhir di Departemen Hubungan Internasional, Universitas Hasanuddin. Waow, bisa dibayangkan, betapa Fira telah menguasai seluk beluk seni bertutur itu.
Dalam mendongeng, Safira dikenal begitu menghayati perannya. Ia sangat fasih menuturkan kisah-kisah dongeng yang bersumber dari rahim masyarakat Sulawesi Selatan.
Seperti dongeng Nenek Pakande yang turun temurun dituturkan di tengah masyarakt Bugis dan Makassar. Safira bahkan mampu pula mengekspresikan setiap cerita dengan lakon.
Kepiawaian Safira di atas pentas dongeng sekaligus lakon, telah ia asah semenjak kecil. Pada kelas 5 Sekolah Dasar, ia telah dikenal sebagai pendongeng di sekolahnya. Di usia itu ia terpilih mewakili kota Makassar pada lomba dongeng nasional yang digelar di Jakarta. Ia berhasil juara. Setelahnya, Safira terus mendongeng sampai sekarang.
Safira menyampaikan berbagai jenis cerita. Tapi sebagian besar cerita yang disampaikan adalah cerita rakyat, khususnya cerita rakyat Sulawesi Selatan. Ia bertujuan memperkenalkan budaya lokal kepada masyarakat luas sekaligus melestarikannya.
Melalui dongeng, Safira berharap agar kebudayaan lokal kita dapat dikenal oleh lebih banyak orang, khususnya oleh anak-anak.Ia menyampaikan cerita dengan kemasan menarik agar dapat menghibur anak-anak.
“Mungkin ketekunan dalam melestarikan budaya ini, saya selalu mewakili Kota Makassar menjadi duta dongeng remaja pada pentas nasional dan internasional.
“Beberapa tahun lalu, saya dan bapak tampil di Negeri Ginseng. Saya menyajikan cerita Nenek Pakande di depan anak-anak korea, narasinya dalam Bahasa Inggris”,jelasnya.
Dongeng Sebagai Media Transformasi Nilai
Safira dan Kak Heru, sama-sama tenggelam dalam dunia dongeng. Perjalanan demi perjalanan mendongeng ditapaki bersama ayah dan anak ini. Kak Heru meninggalkan kenyamanan dunia kerja. Meruahkan sebagian besar hidup untuk mendongeng. Keputusan yang tak mudah.
Sebagian besar masyarakat masih memandang, mendongeng sebagai jalan budaya dan kesenian ini bukanlah pekerjaan. Ia menepisnya. Di tengah stigma tentang aktivitas tersebut, ia konsisten membumikan dongeng sebagai wahana transformasi nilai-nilai.
“Terkadang, kegiatan mendongeng masih dianggap remeh dan dinilai tidak begitu penting. Padahal, melalui dongeng, kita dapat membentuk karakter anak dengan menanamkan nilai-nilai tertentu melalui cerita-cerita yang kita sampaikan”.
“Mendongeng juga dapat membantu anak untuk mengenal bahasa dan berinteraksi dengan lebih baik. Apalagi jika kegiatan ini dilakukan oleh orang tua dan anak. Mendongeng dapat menjadi salah satu alternatif untuk relation-bonding antara orang tua dan anak”.
“Menjadikan ‘pendongeng’ sebagai pilihan pekerjaan juga bukan sesuatu yang mudah. Kak Heru memilih untuk berfokus sepenuhnya menjadi pendongeng karena ketertarikannya terhadap dunia anak-anak”, jelas Kak Heru.
Ia menambahkan, salah satu cara untuk memajukan bangsa adalah dengan memiliki generasi penerus yang berkarakter unggul dan dapat memahami nilai-nilai kebudayaannya sendiri. Kak Heru kemudian mengambil peran untuk turut menanamkan nilai-nilai tersebut kepada anak-anak sejak dini melalui dongeng.
Tak hanya tampil dipentas lomba, Komunitas Rumah Dongeng ID yang dibina Kak Heru telah berkesempatan untuk berbagi cerita dalam berbagai kegiatan sosial. Seperti penggalangan dana untuk bencana alam, trauma healing, pengumpulan sedekah untuk anak yatim, edukasi hak-hak anak, kampanye gerakan membaca, dan lain-lain.
Safira mengaku, “Dunia dongeng” telah memberikannya banyak pengalaman hidup. “Seluruh pengalaman tersebut sangat berkesan. Khususnya ketika saya dan bapak memperkenalkan budaya Indonesia dalam sebuah festival internasional”.
“Saya sudah 9 tahun menjadi pendongeng, saya bersyukur karena dapat berbagi cerita dan kebahagiaan bersama anak-anak di berbagai tempat. Saya meyakini bahwa mendongeng merupakan salah satu metode efektif untuk menyampaikan pesan kepada anak-anak,” terangnya ketika ditemui mangngukika.com di salah satu kantor media di Makassar. Wuah, mantap kakak Fira, semangat… …
*Disadur dari berbagai sumber
Penulis : Abdul Chalid BP