
By Eka Purnamawanti
Allah itu dekat. Lebih dekat dari urat leher, dan lebih dekat dari jantung yang berdetak. Allah selalu bersama dengan hambaNya, dimanapun hamba itu berada.
Banyak orang yang terkadang lupa bahwa, bukan Allah yang meninggalkan dia, tapi dia-lah yang sejatinya meninggalkan Allah. Saat ujian yang berat tengah melanda, banyak diantara kita yang menghujat dan menghakimi Allah. Merasa bahwa Allah tidak adil dalam memperlakukan hambanya.
Kita hanya memaknai kasih sayang Allah dengan karunia berupa kenikmatan dunia. Kita tidak sadar, bahwa ujian yang berat sejatinya adalah bentuk kasih sayang Allah terhadap diri kita.
Karena terkadang, saat ujian berat menimpa, kita menjadi lebih dekat kepada Allah. Dalam kondisi yang lemah dan rapuh, kita menjadikan Allah sebagai satu – satunya sumber kekuatan. Memohon kepadaNya, meminta dan menyandarkan segalanya pada Allah. Kita merasa bahwa, hanya Allah lah satu – satunya Dzat yang mampu mengeluarkan kita dari belenggu ujian yang menyiksa. Sehingga kedekatan kita kepada Allah, menjadikan kita senantiasa kuat dalam menghadapi beratnya persoalan hidup yang kita jalani.
Suatu ketika, ada seorang hamba yang berdoa memohon kepada Allah. Bilangan waktu dia habiskan untuk menengadah, tapi Allah tak kunjung mengabulkan doanya. Sampai kemudian, Jibril berkata kepada Allah: “ Ya Allah, mengapa engkau tidak mengabulkan doa hamba-Mu itu, sementara dia tidak pernah merasa lelah memohon kepadaMu?”, Allah SWT menjawab: “ Aku tidak mengabulkan doa hambaku tersebut, bukan karena aku tidak suka. Tapi karena aku sangat senang melihat dia senantiasa memohon kepadaku.”
Jadi, perkaranya terkadang bukan karena Allah tidak ingin mengijabah doa –doa kita. Melainkan, karena Allah begitu senang melihat kita memohon dan berharap kepadaNya. Allah senang mendengar doa –doa kita. Dan bisa jadi suatu saat, Allah akan membalasnya dengan sesuatu yang jauh lebih baik daripada apa yang telah kita mohonkan. Karena doa bukan hanya tentang keinginan – keinginan yang kita lafalkan, melainkan itu adalah wujud ketaatan kita kepada Allah.
Tanpa kita sadari, sejatinya setiap doa –doa yang kita panjatkan, telah dibalas oleh Allah, kendati tidak dalam bentuk dzahir yang kita minta. Saat kita memohon kekayaan kepada Allah, Allah memberikan kita banyak sekali peluang dalam memulai sebuah usaha, menyediakan kita relasi dalam bentuk sahabat – sahabat yang setia menemani. Saat kita memohon kesembuhan kepada Allah, Allah memberikan kesehatan dalam diri orang –orang yang kita sayangi, sehingga mereka mampu menjadi penyemangat yang mendukung kesembuhan kita. Saat kita memohon kekuatan kepada Allah, Allah justru menghadirkan orang –orang yang meminta bantuan dan pertolongan pada kita, sehingga dengannya kita menjadi berharga.
Banyak sekali nikmat yang tak terhitung jumlahnya dan kebahagiaan tanpa jeda yang telah Allah berikan dalam kehidupan kita. Hanya kacamata syukurlah yang mampu membuat kita merasakannya.
Coba kita bayangkan, sekiranya Allah membatasi laju oksigen yang mengalir dalam paru –paru kita, atau Allah mencicil cahaya yang diberikannya pada siang, apa yang akan terjadi? Pernahkah kita melihat orang yang menderita penyakit asma, atau orang buta yang tidak mampu menikmati indahnya cahaya?
Setiap desah nafas yang Allah berikan dalam kehidupan kita, dan bagaimana Allah mengatur perputaran siang dan malam ini dengan sangat rapi, adalah merupakan nikmat yang sangat luar biasa yang harus kita syukuri.
Dalam QS Ar Rahman, berapa banyak Allah mengulang kalimat:
“ Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?”
Itu artinya bahwa, sekiranya masalah berat tengah datang dalam kehidupan kita, bertubi –tubi ujian mewarnai perjalanan hidup kita, bahkan seolah –olah sebuah gunung akan ditimpakan di atas kepala kita, masih lebih banyak kenikmatan yang harus kita syukuri, yang Allah anugerahkan dalam kehidupan kita.
Kendati semua ranting pohon dijadikan pena, semua dedaunan dijadikan kertas, dan semua isi dari ketujuh samudra dijadikan tinta, maka itu tidak akan cukup untuk menuliskan semua kenikmatan yang Allah berikan dalam kehidupan kita.
Orang –orang yang senantiasa menyandarkan segala sesuatunya pada Allah, akan membuatnya tenang dalam menghadapi setiap episode takdir yang Allah berikan. Karena dia percaya, bahwa tidak ada kebahagiaan dan kesedihan abadi di dunia ini. Semua akan kembali menuju ke hadirat Allah. Dunia hanyalah sebuah proses yang harus dijalani. Ibarat seorang musafir, dunia hanyalah sebuah persinggahan untuk menyiapkan bekal yang nantinya akan kita bawa pada proses perjalanan yang sangat panjang, yaitu akhirat.
Olehnya itu, mintalah kepada Allah, apa yang menjadi keinginan kita, karena Allah lah yang Maha kaya. Bersandarlah kepada Allah disetiap kerapuhan kita, karena Allah lah sebaik –baik pemberi kekuatan. Mengadulah kepada allah tentang semua kegalauan yang kita rasakan, karena hanya Allah satu –satunya teman curhat yang tidak akan pernah mengecewakan. Allah tahu semua yang kita pikirkan, semua yang kita rasakan, bahkan Dia tahu berapa jumlah air mata yang jatuh di atas sajadah –sajadah kita.
Terkadang sebuah masalah tidak hanya akan selesai dengan pemikiran dan logika, tapi dengan sujud yang lebih lama. Di sepertiga malam terakhir, disaat semua orang tengah terbuai dalam mimpi yang indah, Bangunlah! Dan bersujudlah kepada Allah. Adukan semua yang kita rasa, ungkapkan kegalauan kita, list semua mimpi dan apapun yang kita minta, dan berkencanlah dengan Allah. Karena di waktu –waktu seperti itu, kita akan menemukan saat –saat yang paling romantis bersama Dzat yang Maha pengasih lagi Maha penyayang. Itulah kebahagiaan yang sejati, yang hanya mampu dirasakan oleh orang – orang yang di hatinya telah terangkai ukiran– ukiran keimanan.(*)