Dengan prevalensi 27,7% pada anak-anak di bawah usia lima tahun pada tahun 2022, stunting masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang signifikan di Indonesia. Stunting, yang ditandai dengan tinggi badan yang tidak sesuai dengan usia karena malnutrisi jangka panjang, menghambat perkembangan fisik dan kognitif serta menimbulkan risiko kesehatan jangka panjang.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan agar bayi hanya diberi ASI selama enam bulan pertama kehidupan. Ini akan memberikan nutrisi dan antibodi yang diperlukan untuk pertumbuhan dan menjaga kekebalan bayi. Namun, target yang diharapkan lebih rendah, yaitu hanya 37,3% bayi di Indonesia yang mendapatkan ASI eksklusif.
ASI eksklusif secara signifikan mengurangi risiko stunting dan mendukung perkembangan anak secara keseluruhan, menurut banyak penelitian. Pengetahuan ibu, tekanan sosial dan budaya, dan kebijakan tempat kerja adalah beberapa alasan mengapa ASI tidak selalu eksklusif.
Untuk meningkatkan cakupan ASI eksklusif, fasilitas kesehatan dapat mempekerjakan tim yang mendukung laktasi, memberikan pendidikan berkelanjutan kepada ibu hamil dan menyusui, dan membuat peraturan yang mendukung di tempat kerja.
Untuk memastikan ketersediaan sumber daya dan infrastruktur yang memadai, langkah-langkah ini memerlukan kerangka kebijakan yang menyeluruh yang melibatkan sektor publik dan swasta.
Indonesia dapat secara signifikan mengurangi prevalensi stunting, meningkatkan hasil kesehatan anak-anak, dan mendorong perkembangan populasi yang lebih produktif dan sehat dengan meningkatkan cakupan ASI eksklusif.
***
Kebijakan ASI eksklusif adalah langkah penting menuju kesejahteraan ibu dan anak. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa selama enam bulan pertama kehidupan bayi, ASI harus diberikan secara eksklusif. Hal ini disebabkan oleh banyak manfaat ASI, termasuk mengurangi risiko infeksi, meningkatkan kekebalan tubuh, dan mendukung pertumbuhan dan perkembangan bayi secara optimal.
Tetapi data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2022) menunjukkan bahwa cakupan ASI eksklusif di Indonesia masih jauh dari target. Data tersebut menunjukkan bahwa hanya sekitar 37,3% bayi di bawah usia enam bulan mendapatkan ASI eksklusif.
Beberapa penelitian telah menemukan berbagai tantangan yang dihadapi ibu dalam memberikan ASI eksklusif. Faktor-faktor utama yang paling sering disebutkan termasuk kurangnya pengetahuan ibu tentang pentingnya ASI eksklusif, tekanan sosial dan budaya yang menekankan penggunaan susu formula, dan kebijakan tempat kerja yang tidak mendukung menyusui.
Sebuah studi di Jakarta menunjukkan bahwa banyak ibu yang merasa tidak mendapatkan dukungan yang memadai dari lingkup lingkup lingkup lingkup lingkup
Selain itu, penelitian di berbagai wilayah menunjukkan bahwa ibu yang menerima dukungan konseling laktasi cenderung lebih baik dalam memberikan ASI eksklusif.
Sebuah penelitian di Yogyakarta menemukan bahwa ibu yang menerima konseling laktasi secara teratur memiliki kemungkinan 1,5 kali lebih besar untuk memberikan ASI eksklusif dibandingkan dengan ibu yang tidak menerima konseling. Konseling laktasi memberikan dukungan emosional dan informasi penting bagi ibu menyusui.
Mendukung ASI eksklusif juga memerlukan perlindungan kebijakan di tempat kerja. Sebuah penelitian di Surabaya menunjukkan bahwa bisnis yang menyediakan ruang laktasi dan fleksibilitas waktu bagi ibu menyusui memiliki tingkat keberhasilan yang lebih tinggi dalam mencapai ASI eksklusif.
Kebijakan yang memungkinkan ibu memompa ASI dan menyusui selama jam kerja terbukti meningkatkan durasi ASI eksklusif. Kebijakan ini dapat meningkatkan produktivitas dan kepuasan kerja karyawan selain membantu ibu dan bayi.
Untuk mencapai target cakupan ASI eksklusif yang lebih besar, diperlukan pendekatan holistik yang mencakup edukasi berkelanjutan bagi ibu hamil dan menyusui, dukungan konseling laktasi, dan kebijakan perlindungan di tempat kerja.
Dengan mengatasi masalah ini, kita dapat meningkatkan kesehatan ibu dan anak serta mengurangi stunting dan masalah kesehatan lainnya yang terkait dengan makanan bayi yang tidak sehat.
Rekomendasi Kebijakan ASI Ekslusif
- Pembentukan Tim Laktasi di Setiap Fasilitas Kesehatan
Setiap fasilitas kesehatan harus memiliki tim laktasi untuk meningkatkan akses ASI eksklusif. Tim ini akan terdiri dari tenaga medis yang terlatih khusus untuk konseling dan membantu ibu menyusui.
Hasil: Implementasi kebijakan ini memerlukan pelatihan khusus bagi tenaga medis dan penambahan staf untuk memastikan ketersediaan konseling laktasi. Anggaran dan sumber daya untuk pelatihan dan rekrutmen harus dialokasikan di semua fasilitas kesehatan.
Risiko: Pembiayaan tambahan merupakan masalah besar, terutama bagi fasilitas kesehatan dengan anggaran terbatas. Perencanaan dan eksekusi dapat menghadapi tantangan jika diperlukan anggaran tambahan.
Dampak Positif: Tim laktasi akan meningkatkan dukungan dan pengetahuan bagi ibu hamil dan menyusui. Dengan mendapatkan informasi yang benar dan dukungan emosional, ibu dapat meningkatkan cakupan ASI eksklusif. Selain itu, tim laktasi dapat membantu mengidentifikasi dan mengatasi masalah menyusui lebih dini, sehingga ibu merasa lebih percaya diri dan termotivasi untuk memberikan ASI eksklusif.
- Edukasi Berkelanjutan bagi Ibu Hamil dan MenyusuiÂ
Pendidikan berkelanjutan sangat penting untuk meningkatkan kesadaran ibu tentang pentingnya ASI eksklusif dan cara menjaganya.
Hasil: Memerlukan pembuatan program pendidikan yang komprehensif serta materi pendidikan yang berguna. Program harus dibuat untuk menjangkau banyak orang, termasuk ibu yang tinggal di daerah terpencil. Selain itu, tenaga kesehatan harus dilatih untuk memberikan instruksi yang efektif.
Resiko: Pendidikan berkelanjutan membutuhkan banyak waktu dan usaha untuk sosialisasi dan penerapan di lapangan. Selain itu, hambatan sosial dan budaya dapat menyulitkan penerimaan informasi.
Dampak Positif: Jika ibu lebih memahami pentingnya ASI eksklusif, mereka akan membantu menurunkan angka stunting dan meningkatkan kesehatan bayi secara keseluruhan.
Ibu yang memiliki jumlah anak yang lebih sedikit cenderung lebih konsisten dalam memberikan ASI eksklusif, yang berdampak positif pada perkembangan fisik dan kognitif bayi.
- Peningkatan Kebijakan Perlindungan Ibu Menyusui di Tempat Kerja
Peningkatan Kebijakan Perlindungan Ibu Menyusui di Tempat Kerja adalah langkah penting untuk mendukung ibu menyusui yang bekerja di tempat kerja untuk menyusui secara eksklusif.
Hasil: Dibutuhkan penyesuaian di tingkat perusahaan untuk menerapkan kebijakan ini, seperti menyediakan tempat laktasi yang nyaman dan memberikan fleksibilitas waktu bagi ibu menyusui. Perusahaan harus membuat kebijakan yang ramah ibu menyusui dan menyediakan fasilitas pendukung.
Resiko: Beberapa bisnis mungkin menolak untuk mengubah kebijakan karena biaya atau ketidaknyamanan. Fasilitas tersebut mungkin lebih sulit diakses oleh bisnis kecil dan menengah.
Dampak Positif: Kebijakan ini akan meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan ibu pekerja karena mereka tidak perlu khawatir tentang kebutuhan menyusui selama mereka bekerja.
Dengan fleksibilitas waktu dan ruang untuk laktasi, ibu dapat mempertahankan ASI eksklusif lebih lama, yang berdampak positif pada kesehatan ibu dan bayi. Perusahaan yang mendukung ibu menyusui juga cenderung memiliki karyawan yang lebih bahagia dan setia.
Pentingnya Kebijakan ASI Eksklusif
Karena tingkat stunting yang masih tinggi di Indonesia, kebijakan ASI eksklusif harus segera diterapkan. Data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menunjukkan bahwa pada tahun 2022, tingkat stunting pada anak di bawah usia lima tahun akan mencapai 27,7%.
Stunting, yang disebabkan oleh malnutrisi jangka panjang selama masa pertumbuhan penting anak-anak, memiliki konsekuensi yang luas dan serius. Anak-anak yang mengalami stunting mengalami keterlambatan dalam perkembangan fisik dan kognitif, yang dapat mempengaruhi kemampuan mereka untuk belajar di kemudian hari.
Selain itu, stunting menimbulkan beban ekonomi yang besar. Anak-anak dengan stunting cenderung memiliki prestasi akademik yang lebih rendah, yang dapat menurunkan peluang mereka untuk mendapatkan pekerjaan yang baik di masa depan.
Sumber daya manusia yang tidak ideal dapat menghambat pertumbuhan ekonomi negara. Stunting juga meningkatkan risiko penyakit tidak menular seperti diabetes dan penyakit jantung di kemudian hari, yang dapat mengakibatkan biaya perawatan yang lebih tinggi bagi sistem kesehatan.
Salah satu cara terbaik untuk mencegah stunting adalah memberikan ASI eksklusif kepada bayi selama enam bulan pertama kehidupan mereka. Bayi mendapatkan semua nutrisi yang mereka butuhkan untuk tumbuh dan berkembang dengan baik dari ASI.
Selain itu, ASI mengandung antibodi yang melindungi bayi dari penyakit dan infeksi, yang sangat penting untuk mendukung sistem kekebalan tubuh bayi yang masih berkembang. ASI eksklusif juga meningkatkan hubungan emosional ibu-bayi, yang dapat membantu perkembangan psikologis yang baik.
Manfaat ASI eksklusif sudah jelas, tetapi cakupan ASI eksklusif di Indonesia masih jauh dari target. Sangat diperlukan kebijakan yang lebih baik dan dukungan yang lebih besar untuk ibu menyusui. Hanya 37,3% bayi di Indonesia mendapatkan ASI eksklusif, yang menunjukkan bahwa kebijakan tempat kerja yang tidak mendukung ibu menyusui, tekanan sosial dan budaya yang mendorong penggunaan susu formula, dan kurangnya pengetahuan ibu tentang manfaat ASI.
Kebijakan yang mendukung pemberian ASI eksklusif harus segera diterapkan untuk mengatasi masalah ini. Untuk mendukung ibu menyusui, kebijakan ini harus mencakup pelatihan berkelanjutan bagi ibu hamil dan menyusui, dukungan dari tenaga kesehatan yang terlatih, dan kebijakan perlindungan di tempat kerja yang memungkinkan ibu menyusui memompa ASI dan menyusui selama jam kerja. Untuk mendukung ibu menyusui, fasilitas kesehatan harus membentuk tim dukungan laktasi dan menyediakan ruang laktasi di tempat kerja.
Dengan meningkatkan cakupan ASI eksklusif, kita dapat mencegah infeksi dan masalah kesehatan lainnya yang disebabkan oleh malnutrisi, serta mendukung kemajuan sumber daya manusia.
Anak-anak yang sehat dan berkembang dengan baik akan menjadi sumber penting untuk masa depan bangsa. Akibatnya, kebijakan ASI eksklusif sangat penting untuk pertumbuhan sosial dan ekonomi dalam jangka panjang selain untuk kesehatan ibu dan anak (*)
*Penulis adalah mahasiswa Program Studi Doktor Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. Dosen Pendidikan Profesi Bidan fakultas ilmu kesehatan Universitas Muhammadiyah Palopo
Referensi :
World Health Organization. (2021). Exclusive breastfeeding for six months best for babies everywhere.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2022). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2022.
Victora, C. G., Bahl, R., Barros, A. J., França, G. V., Horton, S., Krasevec, J., … & Rollins, N. C. (2016). Breastfeeding in the 21st century: epidemiology, mechanisms, and lifelong effect. The Lancet, 387(10017), 475-490.
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. (2020). Pengaruh ASI Eksklusif terhadap Prevalensi Stunting di Indonesia.
Black, R. E., Victora, C. G., Walker, S. P., Bhutta, Z. A., Christian, P., de Onis, M., … & Uauy, R. (2013). Maternal and child undernutrition and overweight in low-income and middle-income countries. The Lancet, 382(9890), 427-451.
Comments