Editor 10 Maret 2021
  • Memperingati Hari Musik Nasional

Penulis : Abdul Chalid BP

Sebagian besar masyarakat di Sulawesi Selatan, asing dengan sosok pemalu, ini. Sosoknya tak tergoda dengan popularitas di depan panggung sebagaimana banyak seniman lainnya.

Akan tetapi karyanya, mungkin jarang yang tak kenal, atau paling tidak pernah tahu. Dan tak sadar pula ikut menikmati dari mempopulerkannya di tengah masyarakat.

Kasih ibu misalnya, lagu ini sangat akrab bagi anak-anak dan dikenal luas di Indonesia. Sampai sekarang. Liriknya ;

Kasih ibu kepada Beta.

Tak terhingga sepanjang masa.

Hanya memberi, tak harap kembali.

Bagai sang surya menyidari dunia.

Hanya 4 bait saja, tapi melekat di kepala. Tembang tersebutmasih berdengung di tengah-tengah kita. Terlebih bila hari ibu dirayakan masyarakat di seluruh dunia di 22 desember tiap tahun, termasuk di Indonesia.

Tembang kasih ibu sangat sederhana, dan mudah dimengerti. Namun lirik atau syairnya dianggap paling mewakili untuk melukiskan cinta dan kasih seorang ibu kepada anaknya. Lagu ini mewakili pula ungkapan perasaan cinta seorang anak kepada ibunya. 

Bila cinta seorang anak sangat dalam kepada ibunya, maka mendengar lagu ini, bukan tak mungkin menitikkan air mata. Simak saja bait, “kasih ibu kepada beta, tak terhingga sepanjang masa”.

Seperti pada kenyataannya, seorang ibu selalu memberikan cinta kasih kepada anaknya tanpa pamrih. Hingga akhir hayatnya. Cintanya hanya memberi. Dan tak harap kembali. Dalam lagu ini kasih ibu dipotret bak surya yang senantiasa menerangi bumi. Bayangkan saja, seperti apa surya memberi cahaya cuma-cuma.

Tiap-tiap bait dari lirik lagu “kasih ibu”  begitu jelas maknanya dan sarat nasehat. Melukiskan bagaimana tiada terkiranya kasih sayang seorang  ibu kepada anaknya tiada terkira oleh waktu.

Lagu ini begitu dikenal. Tapi siapa pengarangnya? Hanya sedikit yang tahu di Sulawesi Selatan (Sulsel). Lebih-lebih lagi pada era sekarang. Saat perhatian generasi muda terhadap sejarah tak begitu besar.

Muchtar Embut. Ia seorang seniman, satrawan, dan komponis musik kelahiran dan berdarah Makassar Ia salah satu di antara beberapa seniman yang karya-karyanya digandrungi presiden pertama Indonesia, insinyur  seokarno.

Bapak revolusi itu memang dikenal menyukai karya-karya seni. Termasuk seni musik. Selera musiknya berkelas. Karya-karya sastrawan dan seniman barat seperti mozart, bethoven, dan lain lain.

Ia mungkin terobsesi dengan karya-karya besar sastrawan dan seniman semacam itu. Hingga sang singa podium itu, mau pula, Indonesia memiliki sastrawan dan karya yang tak kalah berbobotnya. Muchtar Embut-lah satu dipilihnya. Di masa bapak revolusi itu, Muchtar Embut dikenal sangat dekat dengan istana. Ia pernah dipercaya oleh Soekarno memimpin rombongan musik istana untuk tampil dalam festival  lagu pop internasional di tokyo Jepang. 

***

Sekarang, kita tengah menghadapi pemilihan kepala daerah 2020. Dulu, kepala daerah hanya ditunjuk oleh pemerintah pusat. Ingatkah kita pada lagu Pemilu yang mengiringinya kala itu? Liriknya yang paling diingat;

“Pemilihan Umum telah memanggil kita, dst…“

Hits tahun 70-an, dari era Soekarno hingga masa orde baru. Bahkan, di masa awal rezim reformasi berlangsung, mars ini masih sering diputar di media radio dan televisi.

pemilihan umum telah memanggil kita. Sebuah frasa yang berusaha membangun imej tentang pemilihan umum sebagai bagian tak terpisahkan dari rakyat, bangsa dan negara. Di era kini, pernah diaransemen grup band Slank. Pada album mereka, road to peace 2004.

Seiring gaya soekarno, di sejumlah sumber disebut, Muchtar Embut sangat visioner di bidang musik. Ia ingin menunjukkan seni dan musik Indonesia tak kalah berkualitas dengan musik bangsa lain. Visi besar itulah membuat dirinya dipercaya membuat lagu-lagu patriotik, dan kampanye pemerintah di masa Soekarno, dan bahkan hingga era Presiden Soeharto.

Sumber-sumber lainnnya menyebut, karyanya itu, sempat dibukukan Mochtar  dalam kumpulan lagu populer. Memuat 27 lagu rakyat indonesia dan 9 lagu barat. Selain lagu pemilu, kita bisa menemukan karyanya pada lagu atau mars keluarga berencana. Lagu ini dibuat untuk menyukseskan gerakan KB yang dimulai tahun 1970-an oleh pemerintah saat itu. Lalu sebagai penghormatan kepada  guru. Ia membuat lagu ibu guru kami. Sangat populer di kalangan anak-anak di zamannya. Pertama kali disiarkan di televisi pemerintah pada tahun 1968. Selama hidup, Muchtar telah menghasilkan 100 lagu. 

***

Muchtar Embut, atau dikenal pula GM Muchtar, dilahirkan di Makassar, 5 Januari 1934. Sejak berusia 4 tahun tokoh terkenal ini telah mulai menunjukkan bakatnya di bidang musik, khususnya piano. Ia belajar secara otodidak tanpa bantuan seorang guru. Ia mengenyam pendidikan tinggi di Jurusan Bahasa Perancis pada Fakultas Sastra, Universitas Indonesia.

Di bangku kuliah bakat musiknya itu, kian moncer. Disebut bahwa, ia beberapa kali mendapat kesempatan belajar ke sekolah musik di Jepang. Tapi, entah, tawaran itu ditolak. Ia dikenal pemalu, senang menyepi dan tak suka diekspos. Pada festival lagu pop internasional di Jepang, 1971 karangannya, from the deepest love from Jakarta mendapat penghargaaan. Orang-orang tak tahu, ia berada di acara itu.

Di festival Muchtar tampil sebagai dirigen orkestra,mengiringi lagu karangannya itu. Tercatat, ia menjadi orang Indonesia pertama yang pernah menjadi dirigen di Tokyo festival.

Karya-karya Muchtar dikenal puitik. Hampir seluruh karyanya dibuat berdasarkan pengalaman dan kisah kehidupannya. Bait-bait yang dibuat berdasarkan subjektifitasnya. Sudut pandangnya terhadap berbagai hal yang terjadi di sekitarnya.

Sebagai seorang mahasiswa sastra, pilihan-pilihan frasanya yang sastrawi sangat terasa dalam kary-karyanya. Bait-bait karyanya kemudian ia gubah dengan aransemen musik yang sangat melankoli. Sebab itu, lagu-lagunya yang bergenre seriosa masih dapat dinikmati hingga kini. 

Beberapa karya romantiknya, Kamajaya, Kamaratih, Anak perahu, Segala puji dan lain sebagainya. Sampai sekarang, masih dikenang oleh para seniman, dan dinyanyikan di panggung-panggung orkestra. Menurut beberapa catatan, Kamajaya dan Kamaratih dianggap sebagai simbol lagu keluarga harmonis. Diadopsi oleh almarhum dari kisah pewayangan.

Yang paling menggugah, yaitu di wajahmu kulihat bulan. Lagu ini dibuat berdasarkan pengalaman cintanya yang berakhir pilu. Ia disebut sangat jatuh cinta pada seorang gadis sunda, Asal Jawa Barat. Cintanya berbalas, tetapi tak  pernah mendapat restu dari keluarga dan orang tuanya di Makassar karena alasan perbedaan keyakinan. 

Dalamnya cinta Muchtar dapat disimak pada lagu di wajahmu kulihat bulan.

Di Wajahmu Kulihat Bulan

Di wajahmu kulihat bulan

Yang mengintai di sudut kerlingan

Sadarkah tuan kau di tatap insan

Yang hauskan belaian

Di wajahmu kulihat bulan

Menerangi hati gelap rawan

Biarlah daku mencari naungan

Di wajah damai rupawan

Serasa tiada jauh dan mudah dicapai tangan

Ingin hati menjangkau kiranya tinggi di awan

Di wajahmu kulihat bulan

Bersembunyi di balik senyuman

Jangan biarkan ku tiada berkawan

Hamba menanti kan tuan

Juga pada lagu di sudut bibirmu, tiada bulan di wajah rawan. Dan banyak lagi. Muchtar dikenal workaholic. Ia terserang penyakit liver dan kanker hati. Meninggal dunia pada tanggal 20 juli 1973 dalam usia 39 tahun. (Abdul Chalid)

Leave a comment.

Your email address will not be published. Required fields are marked*