Annisa 20 Oktober 2020

Sampai dengan saat ini Indonesia masih berjuang mengalahkan pandemi covid-19. Kebijakan new normal ditempuh sebagai jalan tengah antara kebutuhan beraktivitas sebagai penggerak ekonomi disertai protokol kesehatan yang ketat dengan upaya serius mengalahkan virus.

Secara teori kesehatan yang terkonfirmasi dari data yang ada menunjukkan tidak ada kaitan antara jenis kelamin dengan pola persebaran covid-19. Namun demikian tulisan singkat ini mencoba memberikan refleksi era new normal dalam perspektif perempuan.

Hal ini sebagai upaya memandang secara utuh bahwa perempuan mampu sebagai subjek yang berperan positif dan objek yang turut terdampak situasi yang belum sepenuhnya normal.

Perempuan pemutus hoax new normal Informasi hoax terkait dengan new normal begitu banyak tersebar. Media sosial sering menjadi sarana menyebarkan informasi yang memperkeruh keadaan. Pemerintah dan berbagai pihak telah berusaha keras mengatasi hal ini.

Perempuan pun bisa berperan dengan melakukan penyebarluasan informasi yang benar melalui media sosial yang mereka miliki. Data Susenas 2019 mencatat bahwa 85,75 persen perempuan Sulawesi Selatan mengakses media sosial, lebih tinggi dibanding laki-laki yang sebesar 84,97 persen. Tulisan, status, posting yang bermuatan positif akan memberikan dampak psikologis dan kekuatan bersama melawan pandemi ini.

Berdasarkan jajak pendapat U-Report tentang Covid-19 yang dilaksanakan Unicef pada Maret 2020, memaparkan bahwa 51 persen dari 4.000 responden anak berusia 16-18 tahun dalam 7 hari terakhir masih beraktivitas keluar rumah.

Demikian juga hasil survei ada apa dengan Covid-19 (AADC-19) yang dilakukan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menunjukkan bahwa 54 persen anak-anak belum paham mengenai pencegahan dan penanganan Covid-19 termasuk nomor telepon darurat Covid-19.

Di titik inilah kontribusi perempuan terutama ibu sangat penting dalam mengedukasi seluruh anggota keluarga. Kedekatan emosional serta pola komunikasi ibu yang biasanya lebih bisa diterima anak merupakan peluang untuk mempersiapkan seluruh anggota keluarga memasuki new normal.


Peran perempuan di bidang kesehatan sebagai garda terdepan menghadang pandemi tidak diragukan lagi. Secara global 60 persen tenaga kesehatan di dunia adalah perempuan. Kondisi yang sama pun terjadi di Sulawesi Selatan.

Perlindungan atas keselamatan mereka harus diutamakan. Sebagai sesama perempuan rasa empati dan solidaritas atas kerja keras mereka dapat berupa donasi dan kepatuhan terhadap protokol kesehatan covid-19.

Peran perempuan bisa berlanjut dengan ikut serta mengkampanyekan prosedur kesehatan di era new normal seperti pemakaian masker, physical distancing serta budaya hidup bersih dan mencuci tangan.

Kelak ketika wabah berlalu budaya saling mendukung sesama perempuan dalam mewujudkan kemajuan bangsa akan menjadi energi baru bangsa ini.

Perlindungan Sosial Berbasis Perempuan tak pelak lagi kehadiran covid-19 berdampak pada perekonomian. Penurunan daya beli, peningkatan penganguran dan kemiskinan hingga ancaman resesi menjadi imbas tak sedap yang harus dihadapi.

Kebijakan relaksasi pajak, penundaan cicilan perbankkan, pembebasan listrik, kartu pra kerja dan berbagai program perlindungan sosial diharapkan mampu membendung merosotnya kinerja ekonomi. Program perlindungan sosial berbasis perempuan kiranya perlu mendapat perhatian.

Harapan bahwa program perlindungan sosial untuk menyokong sektor informal dan pekerja harian serta stimulus bagi UMK tidak bias gender. Kebijakan ini akan memberikan kesempatan kepada lebih banyak perempuan berdaya secara ekonomi. Data Sakernas Agustus 2019 menyatakan bahwa persentase pekerja informal perempuan sebesar 61,64 persen sementara untuk laki-laki senilai 59,19 persen.

Data Sensus Ekonomi (SE) 2016 mencantumkan bahwa lebih dari 26 juta Usaha Mikro Kecil (UMK) di Sulawesi Selatan, 51 persen diantaranya dikelola perempuan. Berlakunya new normal sedikit memberi ruang bergeraknya ekomomi namun tentu saja belum bisa berjalan optimal.

Ketahanan Keluarga di era pandemi penyebaran covid-19 yang diiringi himbauan tinggal di rumah serta perekonomian keluarga yang semakin berat dapat memicu stress dan berujung kekerasan dalam rumah tangga.

Hal ini menjadikan perempuan dan anak rentan sebagai korban. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak telah memperingatkan hal ini. Usaha penanganan covid-19 dari sisi kesehatan harus dibarengi upaya peningkatan ketahanan keluarga. Pendekatan agama, psikologis, sosial dan budaya merupakan solusi.

Ketahanan seluruh anggota keluarga untuk lepas dari krisis tanpa meninggalkan bekas kekerasan fisik dan psikis akan semakin memperkokoh ketahanan bangsa. Ketahanan keluarga adalah pondasi dasar menuju era new normal yang berujng pada usainya pandemi.


Penulis :
Indarawati
Praktisi Literasi Data Yayasan Tanggul Literasi Indonesia

Leave a comment.

Your email address will not be published. Required fields are marked*