
Pembangunan politik merupakan prasyarat berkembangnya sebuah negara yang baik. Oleh sebagian besar pakar menyebutkan bahwa pembangunan politik sangat krusial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara karena berkaitan erat dengan sistem ekonomi, sosial, dan budaya. Pembangunan politik berlaku di semua negara. Namun demikian, proses ini selalu diidentikkan dengan negara-negara berkembang karena dianggap belum memliki sistem politik yang mapan. Terlebih lagi sebagian besar negara berkembang umumnya tengah mencari bentuk idealnya sistem politik. Realitas tersebut tergambar dari perpolitikan di negara-negara berkembang yang cenderung kurang stabil. Bahka seringkali proses perpolitikannya banyak melahirkan model kehidupan negara yang tertutup, cenderung didominasi satu kelompok, bahkan terkesan otoriter. Sebab itu, pembangunan politik dipersepsikan sebagai usaha menciptakan sistem politik yang ideal. Untuk membangun tatanan politik tersebut maka umumnya menjadikan sistem politik yang berkembang di negara-negara yang dinilai memiliki sistem politik yang mapan, terutama negara maju.
Menurut pandangan beberapa ahli, pembangunan politik memiliki makna yang dapat dibagi dalam beberapa aspek. Hungtinton dan Dominguez misalnya, mengutarakan bahwa konsep pembangunan politik mempunyai makna secara geografis, derivatif, teologis dan fungsional. Makna Geografis berarti terjadi proses perubahan politik pada negara sedang berkembang dengan menggunakan konsep dan metode yang pernah digunakan oleh negara maju. Makna Derivative dimaksudkan bahwa pembangunan politik merupakan aspek dan konsekuensi politik dari proses perubahan yang menyeluruh, yakni modernisasi yang membawa konsekuensi pada pertumbuhan ekonomi, urbanisasi, peningkatan pendidikan, media massa, perubahan status sosial dan aspek-aspek lainnya. Makna Teologis Dimaksudkan sebagai proses perubahan menuju pada tujuan dari sistem politik. Tujuan-tujuan itu misalnya mengenai stabilitas politik, integrasi politik, demokrasi, partisipasi, mobilisasi dan sebagainya. Juga termasuk didalamnya tujuan pembangunan suatu bangsa meliputi pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pemerataan, demokrasi, stabilitas dan otonomi nasional. Makna Fungsional diartikan sebagi suatu gerakan perubahan menuju kepada suatu sistem politik ideal yang ingin dikembangkan oleh suatu negara misalnya Indonesia ingin mengembangkan sistem politik demokrasi konstitusional.
Selain Huntington dan kawan-kawan, tentu banyak pandangan pakar lainnya. Khusus dalam makalah ini, penulis akan melihat pembangunan politik berdasarkan pandangan pakar politik Lucian W Pye. Menurutnya, pembangunan politik memiliki unsur persamaan, pertambahan kemampuan, dan pertambahan pembedaaan. Karena itulah, Pye menyebut beberapa poin ruang lingkup pembangunan politik yang dapat berpengaruh, yaitu sebagai berikut :
- Pembangunan Politikadalah sebagai prasyarat politik bagi pembangunan e
- Pembangunan Politik sebagai Ciri Khas Kehidupan Politik Masyarakat Industri.
- Pembangunan Politik sebagai Modernisasi Politik.
- Pembangunan Politik sebagai Operasi Negara-Bangsa.
- Pembangunan Politik sebagai Pembangunan Administrasi dan Hukum.
- Pembangunan Politik sebagai Mobilisasi dan Partisipasi Masyarakat.
- Partisipasi Politik sebagai Pembinaan Demokrasi.
- Pembangunan Politik sebagai Stabilitas dan Perubahan Teratur.
- Pembangunan Politik sebagai Mobilisasi dan Kekuasaan.
- Pembangunan Politik sebagai Satu Segi Proses Perubahan Sosial yang Multidimensi.
Berangkat dari pendekatan Pye tersebut, dalam makalah ini akan mengkategorikan isi dari buku manajemen perkotaan berdasarkan poin-poin pengaruh pembangunan politik.
Manajemen Perkotaan dalam Perspektif Pembangunan Politik
Studi tentang perkotaan sebenarnya bukanlah hal baru dalam kajian ilmu pengetahuan. Sejak masa Yunani Kuno, studi kota telah dilakukan oleh para pemikir atau filsuf, terutama dalam mengurai masalah sosial, ekonomi, dan politik. Tesis-tesis tentang negara di awal perkembangannya selalu dilihat dalam lokus masyarakat perkotaan.
Hampir setiap filsuf membangun kajiannya dengan berangkat dari realitas masyarakat kota. Aristoteles misalnya dalam La Politica menjawab pertanyaan mendasar mengenai apakah negara itu, siapakah yang menjadi warga negara, apa itu demokrasi politik, teokrasi, oligarki, aristokrasi, hingga perdebatan filsafat rasionalitas. Karya klasiknya ini juga memuat peta pemikiran politiknya lewat dialektika filsafat politik, negara, etika, logika, metafisika, dan strata sosial.
Sebagai pusat dari segala aktivitas manusia, kota memiliki masalah yang kompleks, sehingga menarik perhatian banyak pemikir untuk mengajukan pandangan tentang kota-kota yang ideal. Hingga saat ini, kota dengan segala persoalannya masih mendapat perhatian yang sama. Oleh karena itu, dalam makalah ini, buku Ahmad Nurmandi yang menjadi objek analisis dalam perspektif politik pembangunan, diyakini penulis juga berangkat dari pertanyaan-pertanyaan yang telah ada sebelumnya. Hal tersebut dapat disimpulkan melalui pengantar si penulis yang diantaranya mengangkat keprihatinan pemikir sebelumnya tentang kota. Jean Jacques Rousseau misalnya mengatan Perancis tidak akan jaya apabila paris tetap eksis. Ia prihatin melihat masalah perkotaan pada abad Ke-16, di mana kota paris dilanda masalah-masalah sosial. Sikap anti kota Rousseau ini bukanlah tidak beralasan . Kemiskinan, pemukiman kumuh, masalah lingkungan, kemacetan lalu lintas atau masalah sejenisnya. Pertumbuhan penduduk kota di dunia menjadi suatu gejala yang penting, yaitu di setiap tahun. Pegalaman empiris menunjukan bahwa pengelola dan manajer kota telah gagal untuk menjawab tantangan ini.Sebagian besar warga kota hidup di lingkungan yang berkualitas rendah dan tidak mempunyai akses kepada air bersih atau sanitasi yang layak. Pada saat yang sama pertumbuhan kota telah menyebabkan in-efiesiensi ekonomi, penurunan kualitas lingkungan, dan kesengsaraan penduduknya.
Apa yang menjadi masalah pokok perkotaan di atas saat ini paling banyak dialami negara-negara berkembang. Pertumbuhan kota sebagai dampak dari perkembangan ekonomi, dan di sisi lain didukung oleh meningkatnya populasi manusia menyebabkan kota-kota di negara berkembang berlangsung sangat cepat. Termasuk pula di Indonesia sebagai salah satu negara dengan penduduk besar. Di negara ini, pertumbuhan kota baru berlangsung seiring dengan terjadinya desentralisasi. Sistem ini telah mendorong terjadinya pergeseran kapital menuju kota-kota baru.
Pertumbuhan kota yang sangat cepat secara langsung berimplikasi pada pembanguna infrastruktur dasar dan pelayan publik. Center for Human Settlement ,badan PBB yang menangani pemukiamn dalam laporannya mengestimasikam bahwa sekitar 30% penduduk kota dunia yang sedang berkembang tidak mempunyai akses terhadap air bersih dan 40% penduduk kota di Asia tinggal di pemukiman yang tidak mempunyai sanitasi layak.Karena tidak semua pemukiman informal mempunyai kondisi yang layak, mereka tidak menerima pelayanan infrastruktur dasar seperti jalan, air dan listrik.Indikator kepadatan penduduk atau tingkat hunian per kamar menunjukan tidak cukupnya suplai perumahan. Biaya yang diperlukan untuk memberikan pelayanan yang layak pada semua penduduk sedah tentu sangat besar.Prakash memperkirakan biaya perkapita untuk infrastruktur dasar kota beriksar antara 350-500 dollas AS pada tahun1977, atau 1.400-2.000 dollar AS tahun 1992. Biaya ini hanya sekedar memenuhi kebutuhan perkembangan penduduk dan belum termasuk peningkatan kondisi dan infrstruktur pemukiman yang ada. Bagaimana perkembangan penduduk Indonesia ? Tingkat pertumbuhan yang tinggal di daerah perkotaan meningkat pesat dari tahun 1961 sampai tahun 2005.Di dalam hal ini perlu dibedakan antara dua pengertian,yakni tingkat pertumbuhan penduduk dan level urbanisasi.Dua perhitungan ini umumnya digunakan untuk melihat pertumbuhan penduduk yang tinggal di daerah perkotaan di suatu Negara. Semakin besar tingkat pertumbuhan dan proporsi penduduk kota, maka jumlah penduduk yang tinggal di daerah perkotaan semakin tinggi.Angka pertumbuhan penduduk secara nasional ini mengalami penurunan yang cukup berarti yang antara lain di sbabkan program KB Nasional. Komponen-komponen apakah yang memberikan kontribusi di dalam peningkatan penduduk kota atau yang tinggal di daerah perkotaan? Analisis demografis biasanya mengelompokan komponen-komponen tersebut sebagai pertumbuhan alamiah dari penduduk kota yang ada , migrasi dari luar kota dan reklasifikasi.Yang dimaksud dengan pertumbuhun alamiah adalah jumlah kelahiran dikurangi jumlah kematian dari penduduk yang tinggal di kota.Sedangkan reklasifikasi adalah perubahan status wilayah tertentu dari desa menjadi kota.
Reklasifikasi wilayah-wilayah pedesaan atau pertanian, terutama dialami oleh beberapa kabupaten di pulau jawa.Kabupaten tanggerang , bekasi, Bogor ,dan Bandung merupakan beberapa contoh kabupaten yang mengalami perkembangan wiayah pesat sebagai akibat dari tekanan industrialisasi di kawasan kota Jakarta. Pembangunan kota yang cepat di Yogyakarta ini telah menyebabkan perkembangan ruang fisik kota yang tidak teratur dan mengikuti mekanisme pasar.Sebagai akibatnya,berbagai pelayanan public bersifat lintas perbatasan harus ditangani melalui kerja sama antar daerah di DIY. Perluasan wilayah kota yang mengiringi pertumbuhan penduduk kota secara kota otomatis membutuhkan pelayanan public dan infrastruktur dasar.Kemampuan lembaga-lembaga pemerintah yang ada sangat berpengaruh terhadap tuntutan ini.Namun pada kenyataannya, kemampuan lembaga-lembaga pemerintah yang ada untuk mengentrol pertumbuhan kota tersebut sangatlah terbatas. Singkatnya, kota-kota di Indonesia kini mengalami masalah besar dalam hal kehidupan sosial dan ekonomi. Ketimpangan sosial sebagai akibat dari tidak meratanya kepemilikan kapital berpotensi melahirkan distabilitas dalam berbagai aspek kehidupan.
Dalam studinya, Ahmad Nurmandi menempatkan pemerintah kota sebagai sentrum atau subjek utama dalam meretas masalah perkotaan. Hal ini rasional mengingat pemerintah dalam konteks kehidupan bernegara memiliki kewenangan secara formil untuk mengatur, mengelola, dan membangun satu wilayah. Termasuk di perkotaan. Oleh karena itu, pemerintahan yang baik akan mampu mengelola kotanya dengan baik. Dalam bukunya ini, Ahmad Nurmandi menjelaskan bahwa pemerintah yang ideal sangat dipengaruhi oleh beberapa aspek fundamental, diantaranya yaitu baiknya kualitas sumber daya atau aktor pemerintahan dan kuatnya organisasi pemerintahan. Baiknya kualitas sumber daya atau aktor pemerintahan serta organisasi pemerintahannya dipengaruhi oleh proses politik yang berlangsung. Meski dalam buku ini, mengutarakan banyak faktor, namun diantaranya yang paling memiliki pengaruh yaitu proses politik. Proses politik, dalam konteks Indonesia misalnya, yang dinilai berpengaruh seperti Pemilihan Kepala Daerah.
Sayangnya proses politik juga dipengaruhi kuat oleh sistem politik di Indonesia. Dalam ranah pembangunan politik, Indonesia masuk dalam kategori negara berkembang sehingga dapat dianggap sebagai negara yang tengah membangun sistem politiknya. Pembangunan politik di Indonesia dimulai secara massif setelah terjadi amandemen terhadap Undang-Undang Dasar 1945, berlangsung tahun 1999. Langkah tersebut sebagai antitesa terhadap sistem otoriter sebelumnya di masa Orde Baru. Dengan sistem politik baru, sekarang ini, proses politik berlangsung lebih terbuka. Kontestasi politik antara elit dalam memrebutkan pengaruh pun semakin kuat terjadi. Termasuk di daerah. Namun demikian bukan berarti tidak memiliki dampak buruk. Di berbagai daerah di Indonesia dampak buruk tersebut juga berpengaruh ke dalam organisasi pemerintahan. Akibatnya performa pemerintahan di daerah dalam merumuskan arah pembangunan di daerah mengalami penurunan, bahkan cenderung bias. Kepentingan elit dalam proses pembangunan yang dilakukan pemerintah memiliki porsi lebih banyak. Kuatnya kontestasi telah melahirkan politik transaksional di tengah proses politik. Akibatnyanya, transaksional politik telah menggiring proses politik dalam hitung-hitungan ekonomi yang menempatkan para pemilik kapital memilik pengaruh. Merekalah yang kemudian mendominasi seluruh aspek kehidupan di perkotaan. Kondisi ini memberikan syarat bahwa pembangunan politik sangat diperlukan saat ini, sekaligus menunjukkan politik memiliki pengaruh besar bagi stabilitas pembangunan di daerah dalam berbagai aspek.
Situasi tersebut sejalan dengan analisis Pye tentang pembangunan politik yang terdiri dari 10 poin. Beberapa diantaranya dapat diurai di sini, yaitu, pertama, pembangunan politik adalah sebagai prasyarat politik bagi pembangunan ekonomi, yaitu pembangunan politik dipandang sebagai keadaan masyarakat politik yang dapat membantu jalannya pertumbuhan ekonomi. Pembangunan politik adalah syarat politik berlangsungnya pertumbuhan ekonomi. Ketika para ahli diminta mengidentifikasi apa persoalan yang dihadapi oleh pertumbuhan ekonomi, jawaban mereka adalah bahwa kondisi sosial dan politik yang harus bisa lebih berperan. Kalangan ini meyakini pembangunan politik sebagai kondisi kepolitikan (state polity) yang harus memfasilitasi pertumbuhan ekonomi. Cara pandang seperti ini memiliki persoalan karena lebih mudah memprediksi kemungkinan sistem politik melindungi pembangunan ekonomi yang sudah dicapai (misalnya dengan mempertahankan stabilitas) daripada memfasilitasi (merintis) pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Pertumbuhan ekonomi memiliki kaitan yang erat dengan pembangunan politik yang dijalankan oleh suatu negara. Kebijakan pembangunan membawa dampak pada pertumbuhan ekonomi suatu negara, namun demikian pertumbuhan ekonomi semata tidak dapat dijadikan ukuran keberhasilan sebuah pembangunan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi seiring modernisasi ternyata membawa konsekuensi berupa kesenjangan ekonomi yang semakin lebar antara orang kaya dan orang miskin.
Kedua, pembangunan politik sebagai ciri khas kehidupan politik masyarakat industri. Menurut pandangan ini, masyarakat industri, baik yang demokratis maupun bukan, menciptakan standard-standard (ukuran) tertentu mengenai tingkah laku dan prestasi politik yang dapat menghasilkan keadaan pembangunan politik dan yang merupakan contoh dari tujuan-tujuan pembangunan bagi setiap sistem politik lainnya. Di Indonesia, beberapa daerah perkotaan juga mengalami pertumbuhan dalam bidang industri. Ketiga, Pembangunan Politik sebagai Modernisasi Politik. Pandangan bahwa pembangunan politik merupakan kehidupan politik yang khas dan ideal dari masyarakat industri berhubungan erat dengan pandangan politik identik dengan modernisasi politik. Pandangan ini mirip dengan konsep pembangunan politik sebagai prasyarat politik bagi pembangunan ekonomi, yakni masih berkaitan dengan prestasi ekonomi. Prestasi ekonomi terutama dalam hal industrialisasi-isme dianggap sebagai kondisi puncak yang menyelesaikan semua masalah, dan harapan yang sama dibebankan pada pembangunan politik. Konsep seperti ini sudah dikritik oleh penganut relativisme kultural yang mempertanyakan Barat sebagai ukuran standar dan universal untuk semua sistem politik di dunia ini. Pertanyaan yang pertama kali perlu dijawab adalah apakah pembangunan politik ditujukan untuk meningkatkan kapasitas sebuah negara dalam kepolitikannya seperti parpol, administrasi sipil yang rasional, dan badan legislatif? Kalau jawabannya adalah iya, maka muncul persoalan etnosentrisme Barat di sini, karena semua unsur itu memang menjadi karakter Barat. Kalau jawabannya hanya sebatas tercapainya tujuan-tujuan dari elemen politik tersebut, maka akan banyak persoalan lokal yang muncul
Ahmad Nurmandi dalam bukunya menempatkan aktor pemerintah atau dalam hal ini sumber daya dan pegorganisasi pemerintahan di daerah merupakan syarat terbangunnnya manajemen perkotaan yang baik. Dalam segala hal, aspek ini kemudian dipengaruhi kuat oleh proses pembangunan politik yang tengah berlangsung. Proses politik ini sebagaimana dalam pendekatan Pye, menyebutkan bahwa proses politik ini dimulai dari sistem politik yang baik. Sepuluh poin pendekatan pembangunan politik secara umum melingkupi seluruh struktur dan supratruktur politik dalam sebuah negara, atau daerah.
Dalam konteks Indonesia, terutama dalam beberapa tahun terakhir, pengaruh pembangunan politik dalam pembangunan ekonomi, sosial, tata ruang kota, dan lain-lain terlihat sangat jelas. Sebut saja di beberapa daerah seperti di Kota Makassar, pengaruh proses politik sebagai bagian dari upaya pembangunan politik mempengaruhi arah kebijakan pemerintah. Pada aspek tata ruang wilayah perkotaan, kita dapat menyaksikan proses pembangunan yang merugikan publik. Besarnya kontribusi pemilik modal dalam mendukung aktor atau elit politik dalam proses pemilihan kepala daerah, membuat mereka memiliki pengaruh ke dalam proses pengambilan kebijakan. Berbagai peraturan daerah yang lahir juga tidak lepas dari kepentingan politik sehingga memiliki banyak celah saat diterapkan. Oleh karena itu, dalam bukunya Ahmad Nurmandi mengajukan beberapa pendekatan dalam meningkatkan performa pemerintah kota dan pemerintahan di sebuah wilayah agar menjalankan fungsinya dengan baik. Diantaranya, yaitu mendorong perbaikan organisasi pemerintahan. Akan tetapi, lagi-lagi pendekatan itu tidak akan pernah mencapai tujuannya bila akhirnya proses politik memiliki pengaruh kuat ke dalam organisasi pemerintahan.
Daftar Pustaka
Ahmad Nurmandi, 2006. Manajemen Perkotaan : Aktor, Organisasi, Pengelolaan Daerah Perkotaan dan Metropolitan Di Indonesia. Sinergi Publishing/Laboratorium Ilmu Pemerintahan dan Manajemen Publik. Yogyakarta
Aristoteles, 2007. Politik (La Politica) 384-322 SM. VISI MEDIA. Jakarta
*Penulis adalah dosen pada Program Studi Ilmu Politik, Universitas Teknologi Sulawesi