
Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan bahwa hampir 5.000 orang telah tewas dalam pertempuran antara Azerbaijan dan pasukan Armenia memperebutkan wilayah Nagorno-Karabakh yang disengketakan.
Berdasarkan informasi yang dilansir portal berita BBC, data ini jauh lebih tinggi dari angka kematian yang diumumkan oleh kedua belah pihak.
Putin mengatakan bahwa dia berbicara kepada kedua belah pihak beberapa kali sehari, dan tidak akan memihak dalam konflik.
Sejak perang pecah pada bulan Agustus lalu, Rusia telah berinisiasi mendorong ke dua pihak melakukan gencatan senjata demi kemanusiaan. Namun seruan dan mediasi yang dilakukan Putin tersebut tak mempan. Perang terus berlanjut hingga saat ini.
Armenia dan Azerbaijan saling menuduh melanggar gencatan senjata kemanusiaan di Nagorno-Karabakh.
Wilayah itu telah disengketakan sejak lama, sejak runtuhnya Uni Soviet. Nagorno-Karabakh diakui dunia sebagai wilayah Azerbaijan namun penduduknya mayoritas etnik Armenia. Perang kali ini yang terburuk sejak perang enam tahun di wilayah tersebut yang berakhir dengan gencatan senjata pada tahun 1994.
Rusia berada dalam aliansi militer dengan Armenia dan memiliki pangkalan militer di negara tersebut. Tetapi ia juga memiliki hubungan dekat dengan Azerbaijan. “Ada banyak korban dari kedua sisi, lebih dari 2.000 dari masing-masing pihak,” kata presiden Rusia dalam pertemuan yang disiarkan televisi.
Ia menambahkan bahwa jumlahnya “mendekati 5.000”. Ini jauh lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya, dengan jumlah kematian resmi terbaru di bawah 1.000.
Otoritas pemerintah Nagorno-Karabakh mengatakan 874 personel militernya dan 37 warga sipil telah kehilangan nyawa sejak 27 September. Azerbaijan mengatakan 61 warga sipil Azeri telah tewas, tetapi belum mengumumkan korban militernya.
Putin menambahkan bahwa dia terus berkomunikasi dengan Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan dan Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev dan tidak akan memihak.
“Saya berbicara dengan mereka di telepon beberapa kali sehari,” katanya.
Putin mengatakan dia tidak setuju dengan posisi Turki atas konflik tersebut. Tetapi ia tetap mengakui Turkey sebagai mitranya. “Presiden Turki Tayyip Erdogan, mungkin tampak tangguh, tetapi merupakan politisi yang fleksibel dan mitra yang dapat diandalkan untuk Rusia”, jelas Putin.
Turki telah berjanji untuk mengirim tentara dan memberikan dukungan militer untuk Azerbaijan jika diminta.
Putin juga meminta AS untuk “bekerja bersama” dengan Rusia untuk mengakhiri pertempuran.
Pembicaraan antara Armenia dan Azerbaijan diperkirakan akan berlangsung di Washington pada hari Jumat, ketika Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo dijadwalkan bertemu dengan menteri luar negeri kedua negara.
AS, Rusia, dan Prancis adalah ketua bersama dari kelompok mediasi OSCE Minsk, yang menyerukan gencatan senjata sejak perang tahun 90-an. Turkey menilai trio ini hanya menguntungkan posisi Armenia selama 30 tahun gencatan senjata.
Terlepas dari kesepakatan gencatan senjata yang ditengahi Rusia pada akhir pekan, pertempuran terus berlanjut dan ratusan orang tewas.
Azerbaijan melaporkan pertempuran di beberapa daerah pada hari Kamis, dan menuduh Armenia menembakkan tiga rudal balistik ke Azerbaijan. Armenia membantahnya.
Armenia juga melaporkan pertempuran di beberapa lokasi, sementara para pejabat mengatakan kota Martuni dan desa-desa terdekat telah dibom.
Perdana menteri Armenia mengatakan tidak ada solusi diplomatik “pada tahap ini”.
Berita Terkait : https://www.bbc.com/news/world-europe-54652704