Editor 25 November 2022
oleh : Maryam Halik
Kepala Seksi Manajemen Satker dan Kepatuhan Internal

Awal tahun 2022, pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan Undang Undang nomor 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). Setelah sekitar 18 tahun undang-undang tersebut tidak mengalami perubahan, kini diawal tahun 2022 undang undang tersebut diperbaharui kembali.

Beberapa hal yang menjadi fokus undang undang tersebut ada 4, yakni tentang pajak dan retribusi, dana transfer ke daerah, spending quality dan sinergi pembiayaan dan lainnya. Yang membedakan Undang undang ini dengan sebelumnya adalah adanya harmonisasi, penyelarasan dan sinergi antara pusat dan daerah dalam proses pelaksanaan APBD dari awal penyusunan hingga pertanggungjawaban. Dengan kolaborasi ini diharapkan, pemerintah daerah dapat menyelesaikan tugas tugas di daerah dengan sebaik baiknya terutama dalam penggunaan dana yang bersumber dari APBD.

Dalam hal pajak dan Retribusi, telah diatur dalam undang undang bahwa pemerintah daerah dapat memungut pajak dan retribusi dalam hal yang telah ditentukan (pasal 4). Terdapat larangan jelas untuk Pemda memungut yang tidak tercantum dalam Undang-undang. Begitu pula dengan pembagian jenis-jenis pajak dan retribusi antara pemerintah provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota, telah ada porsinya masing-masing. Misalnya pajak kendaraan bermotor, pajak rokok, pajak rumah makan dan lain-lain.

Aspek kedua yang menjadi titik tekan Undang-Undang ini adalah Dana Transfer ke Daerah (TKD). Dana Transfer terdiri dari bermacam-macam bentuk antara lain : Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi khusus, Dana Insentif Daerah, Dana Desa dan lainnya (pasal 106). Dana TKD ini merupakan dana pemerintah pusat yang dialokasikan ke Pemerintah Daerah (Propinsi dan Kabupaten/Kota) guna mengisi celah fiskal yang terjadi di daerah. Celah fiskal dimaksud adalah kekurangan pendanaan di daerah yang terjadi karena pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak cukup mendanai kebutuhan operasional maupun penyelarasan program Pemerintah pusat atau dengan kata lain celah fiskal adalah selisih kebutuhan fiskal dengan pendapatan daerah (pasal 125).

Dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah, selain dana transfer ke daerah, komponen pembiayaan penyelenggaraan Pemerintah Daerah adalah pendapatan asli daerah. Setiap daerah memiliki PAD yang tidak sama, ada yang tinggi ada pula yang rendah/kecil. Hal ini dikarenakan potensi daerah yang berbeda dan cara mengeksploitasi pendapatan juga berbeda.

Dalam satu tahun anggaran, pemerintah daerah telah menetapkan jenis-jenis belanja yang akan dilaksanakan. Pengelolaan belanja di daerah diharapkan dapat memiliki kualitas dalam pembiayaan (spending quality). Belanja daerah disusun berdasarkan kerangka jangka menengah, penganggaran terpadu dan penanggaran berbasis kinerja (pasal 140). Dalam Undang-undang nomor 1 tahun 2022 ini, diatur tentang jenis-jenis belanja yang dapat dibiayai menggunakan dana transfer. Misalnya belanja pegawai, belanja modal/infrastruktur dan lain-lain. Pemerintah pusat memberi ‘guidance’ tentang belanja pegawai dan belanja infrastruktur dengan rincian bahwa belanja pegawai tidak boleh melebihi 30 persen (pasal 146) dari total APBD dalam waktu berjalan. Demikian pula, belanja insfrastruktur tidak boleh kurang dari 40 persen (pasal 147) dari total APBD tahun anggaran berjalan. Hal ini diatur guna menjaga kualitas belanja dan dapat mencapai pertumbuhan ekonomi daerah yang diharapkan.

Kendala yang selama ini terjadi adalah, Pemerintah daerah masih menyesuaikan belanja pegawai dan insfrastruktur sesuai kebutuhan. Banyak Pemerintah Daerah yang masih mengalokasikan belanja pegawai lebih dari 30 persen, bahkan lebih 40 persen. Dan masih banyak pula pemerintah daerah yang mengalokasikan belanja insfrastruktur jauh dibawah 40 persen. Hal ini menjadi perhatian serius Pemerintah pusat, dengan memberikan kelonggaran penyesuaian selama 5 tahun berikutnya (pasal 148) agar kualitas belanja (spending quality) dapat tercipta meskipun dalam proses penyesuaian.

Berikut ini adalah postur APBD lingkup kerja KPPN Parepare:

Keterangan: Data APBD Murni, realisasi APBD s.d November 2022 – data diterima SIKD per 24 November 2022 (diolah)

Menurut Undang Undang nomor 1 tahun 2022 pada bagian ketiga pengelolaan belanja daerah yang mengamanatkan besaran belanja pegawai dan belanja modal masing-masing tidak lebih dari 30% dan minimal 40% dari total pendapatan tahun anggaran berjalan, terlihat dalam tabel diatas belum ada pemda yang sesuai kriteria undang-undang. Misalnya Kabupaten Enrekang, belanja pegawai sejumlah 429.37 milyar atau sekitar 44% dari total pendapatan daerahnya. demikian pula Kabupaten Barru yang membelanjakan anggarannya sebesar 432.77 milyar untuk belanja pegawai atau sekitar 48% dari pendapatan daerahnya sebesar 895.02 milyar. Hal ini tentu saja belum sesuai dengan amanat undang-undang.

Begitu pula jika ditengok belanja modal di masing-masing pemerintah daerah. Kota Parepare terlihat dalam tabel mengalokasikan 156.35 milyar untuk belanja modalnya. Itu berarti sebesar sekitar 17% dari pendapatan daerahnya. Sementara amanat Undang-undang mengingatkan untuk membelanjakan minimal 40% anggarannya untuk infrastruktur. Demikian pula Kabupaten Pinrang, untuk belanja modal mengalokasikan sebesar 218.92 milyar atau sekitar 16% dari total pendapatan daerah. Dan apabila ditinjau keseluruhan pemerintah daerah lingkup Ajatappareng (5 kabupaten/Kota) menujukkan kualitas belanja yang masih belum sesuai.

Namun demikian, Undang-undang HKPD juga memberikan toleransi penyesuaian apabila pemerintah daerah belum dapat mengalokasikan belanja secara ideal sebagaimana amanat undang-undang tersebut. Menurut pasal 147, ada rentang waktu penyesuaian yang diberikan yakni selama 5 tahun kedepan. Sehingga Pemerintah Daerah, dapat ‘ancang-ancang’ melakukan perbaikan kualitas belanja sebagaimana amanat undang-undang demi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. (Mar)

 

 

Leave a comment.

Your email address will not be published. Required fields are marked*