
Makassar,Celebesupdate.com– Legislator DPRD Kota Makassar Fraksi PKS, Yeni Rahman, S.Si, gelar sosialisasi Perda Makassar Nomor 07 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Bantuan Hukum, di Hotel Asyra, Kecamatan Mariso, Makassar, Selasa (30/3) waktu setempat.
Pada sosialisasi tersebut, anggota DPRD Komisi D itu didampingi dua narasumber yakni Dr. Hari, S.IP, S.H, M.H, M.Si, dari kepala bagian Hukum Pemkot Makassar, dan Ardiansya, SH, sebagai praktisi hukum.
Yeni Rahman menjelaskan, Perda Penyelenggaraan Bantuan Hukum tersebut adalah inisiatif dari rekan-rekannya di DPRD, dan melihat banyak kasus terjadi di masyarakat, namun mereka tidak tahu jalurnya. Terlebih lagi, kata dia, jika itu menyangkut biaya dan sistem hukum yang sudah jadi pemandangan umum, mereka kadang dipersulit.
“Kekhawatiran saya selama ini, pada kenyataannya tidak semua teori atau aturan itu terlaksana sepenuhnya. Dan kalau ada layanan bantuan hukum gratis, pelayanannya kurang maksimal, hanya setengah-tengah,” ungkap Yeni di hadapan peserta.
Ia menerangkan sebagai negara hukum, yang mengakui dan melindungi hak asasi manusia bagi setiap personal termasuk hak atas bantuan hukum, maka negara harus hadir memenuhi pemberian bantuan hukum bagi setiap orang yang tidak mampu dan tersangkut perkara hukum.
“Tidak semua masyarakat yang tersangkut perkara hukum mampu secara pengetahuan hukum dan mampu secara finansial atau keuangan untuk membayar pengacara,” kata politisi PKS ini.
Inti dari Perda Bantuan Hukum ini, jelas Yeni, bahwa Pemerintah Kota berkewajiban memberi bantuan hukum secara gratis. Lalu, Pemerintah bisa menjalin kerjasama dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang berdomisili di Makassar, yang sudah terdaftar dan terakreditasi.
Sementara itu, Dr. Hari memaparkan secara teori berdasarkan isi perda. Ia mengaku banyak perda tersebut tidak berjalan maksimal, padahal sudah dibiayai oleh negara dan diberikan secara cuma-cuma. Lebih lanjut, Hari mengatakan dalam perda itu dijelaskan terkait pemberian bantuan hukum kepada masyarakat yang tidak mampu tersangkut perkara hukum.
Eks Lurah itu, membeberkan kendala teknis belum maksimalnya pelaksanaan bantuan hukum selama ini. Ia mengatakan belum ada MoU tegas, antara pemerintah kota sebagai pemrakarsa APBD dan advokat serta masih terbatasnya kewenangan mereka.
“Jadi bantuan hukum sebetulnya dianggarkan 100 juta, namun tidak digunakan, jadinya mubassir atau sudah dibuatkan aturan, tapi tidak dijalankan,” pungkas Hari.
Bagi masyarakat yang mau mendapatkan bantuan hukum, harus menyodorkan permohonan secara tertulis atau lisan kepada pemberi bantuan hukum dengan melampirkan identitas dan berkas-berkas yang disyaratkan, lalu menguraikan pokok perkara yang dihadapi.
Menurut praktisi hukum, Ardiansyah S.H, minimal yang bisa dilakukan masyarakat adalah keadilan restoratif yang membantu mereka secara biaya dan mengakses jalur hukum melalui Lembaga Bantuan Hukum. Maka, menurut Ardi, masyarakat harus cermat memilih LBH maupun pengacara. Karena masyarakat selama ini terkendala pada biaya dan sistem hukum yang sulit diakses.
“Kita harus dorong apa penerapan dari perda ini, karena faktanya kita berhadapan dengan hukum yang tergantung siapa yang paling banyak biayanya, siapa yang luas akses.” tuturnya.