Annisa 27 Maret 2022

By. Sapta Rini

Pernah gak, mengalami barang yang kita sayangi dipakai orang lain tanpa seizin kita? Baju kesayangan, topi pemberian sahabat, jilbab favorit paling matching dengan baju, pulpen, sandal, dan lain-lain, saat akan dipakai ternyata gak tau ke mana. Tau-tau dipakai adik, kakak atau teman. Sudah gitu, lupa dibalikin lagi. Gimana rasanya? Kesal…bertubi-tubi, kan? Ya iyalah. Apalagi jika barang itu bukan barang biasa, alias untuk mendapatkannya harus dengan perjuangan. Bisa jadi pemberian dari seorang yang istimewa. Atau mungkin kenang-kenangan ketika berkunjung ke tempat unik. Tapi terlepas dari faktor-faktor itu, yang namanya memakai barang orang lain tanpa izin tetap saja gak boleh! Mau barangnya istimewa, bagus, atau barang biasa saja, kalau mau pakai, izin dulu sama pemiliknya.

Ini juga sering terjadi di tempat kerja. Yang namanya pulpen, hampir gak pernah merasakan sampai tintanya habis. Kadang-kadang baru sepekan sudah raib. Gak tau ke mana. Salah satu rekan kerja saya punya solusi sendiri. Sebut saja namanya Aya. Pengalaman mengajarkan dia untuk menjaga semua barang miliknya dengan cara memberi label pada semua barangnya. Mulai dari tas, mukenah, pensil, pulpen, mistar, gunting, sandal. Pokoknya semuanya, pasti ada labelnya ‘Aa’. Apalagi untuk urusan ATK alias alat tulis kantor, Aya punya koleksi paling lengkap se-jagat kantor. Makanya teman-teman paling sering meminjam barang-barangnya.

Namun solusi ini tidak berlangsung lama. Kenapa? Suatu hari Aya mendapati beberapa ATK-nya tidak lagi berada di tempat biasa. Padahal dia sangat membutuhkan barang itu. Sambil nge-dumel, Aya terus mencari barangnya. Karena sudah lelah, akhirnya dia berhenti mencari.

Bukan Aya namanya kalau mudah menyerah. Esok harinya, di meja kerjanya sudah ada sebuah kotak perlengkapan ATK yang dipenuhi berbagai benda. Pensil, pulpen, correction pen, cutter, klip kertas, penjepit kertas, dan embel-embel lainnya. Semuanya berlabel. Tapi kali ini ada plus-nya. Ya, kali ini tindakan pengamanan Aya bukan hanya label, tapi ditambah dengan tali. Semua perlengkapan ATK diberi tali yang ujungnya diikatkan pada kotak perlengkapan. Aha! Gak bakalan ada lagi pulpen yang bisa jalan sendiri.

Apakah dengan begitu semua barang Aya aman? Ternyata tidak juga. Suatu ketika dia mendapati salah satu pulpennya kembali lenyap entah di mana. Setelah dicek, rupanya ada satu tali yang telah putus! Wah, niat banget nih pelakunya. Di kotak perlengkapan itu memang ada gunting. Makanya, gunting itu sekalian saja jadi solusi buat si pelaku.

Sebagian kita menganggap perbuatan ini hal yang biasa. Hanya pulpen ini! Berapa sih, harganya! Palingan  3.000 perak! Gak seberapa, cukup dengan recehan. Di warung dekat rumah juga ada. Lha, kalau gak seberapa, kenapa gak beli sendiri? Bukan masalah harganya. Hanya saja, ketika pas butuh dan barangnya tidak ada, rasanya kesal sekali. Pekerjaan jadi terhambat, agenda kerja juga berantakan. Gak nyadar kalau perbuatan ini dilarang dalam agama? Bukan dosa besar. Betul. Tapi kalau dilakukan berulang-ulang, dosa kecil akan jadi besar juga.

Dalam Islam perbuatan seperti ini disebut Ghosob. Apa itu ghosob? Menurut bahasa, ghosob adalah mengambil sesuatu secara dholim (bukan haknya). Ada pula yang mengartikan ghosob sebagai tindakan menggunakan atau memakai barang seseorang tanpa izin, namun tidak untuk mengambil atau memiliki. Meskipun ada perbedaan, tapi sebagian ulama memberikan beberapa dalil dari al Quran maupun hadits tentang perbuatan ini. Semua ulama sepakat bahwa hukum ghosob adalah haram. Iiih… serem!

Terdapat banyak hadits yang menjelaskan keharaman ghosob, diantaranya sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Daruquthni dari Anas bin Malik. Hadits itu menegaskan bahwa menggunakan harta atau barang orang lain tanpa kerelaan hati pemiliknya, maka hukumnya haram.

Hukumnya sudah jelas, tapi masih banyak yang melakukannya. Disadari atau tidak, kita sering sekali melakukan ini dengan beberapa alasan. Misalnya, merasa sudah sangat akrab, sehingga tanpa izin pun, pemilik barang gak akan keberatan kalau barangnya dipakai. Itu asumsi kita. Tapi kenyataannya tidak selalu sama dengan dugaan. Ada juga yang melakukannya karena tidak paham bahwa ghosob itu dosa.

Pernah seorang teman sangat kesal karena mukena yang biasa disimpan di laci mejanya, hilang. Saat itu dia bersiap-siap melaksanakan shalat. Esoknya dia membawa mukena baru dan disimpan di dalam tas. Sepertinya, laci meja sudah tidak aman lagi. Mukena yang sempat hilang waktu itu, baru ketemu setelah 5 hari di ruangan rekan kerja yang lain. Sayang sekali, menggunakan mukena untuk shalat harusnya mendatangkan pahala. Tapi cara mendapatkannya membuat Allah tidak ridha. Pemilik mukena pun sepatutnya bisa mendapat pahala jika meminjamkan barang kepada orang lain dengan ikhlas. Tapi karena kesal, pahalanya pun amblas.

Ghosob ternyata hanya mendatangkan kerugian bagi kedua pihak. Bagi pemilik barang, dan bagi pemakai barang tanpa izin. Tapi yang paling rugi adalah pemakai barang. Selain terkena dosa, dia juga akan kehilangan kepercayaan dari sekitarnya. Sudah tahu dosa, tapi kita masih sering melakukannya. Kadang kita yang jadi korban, tapi kadang juga jadi pelaku.  Pertarungan melawan bisikan syetan dan hawa nafsu seringkali membuat kita gagal. Gagal mengendalikannya.

Jika ingin selamat di akhirat, berhentilah! Jangan sampai gara-gara pemilik barang tidak ridha, jalan kita ke surga jadi terhalang. Ibarat kerikil tajam yang mengganggu perjalanan kita. Naudzubillah!

Leave a comment.

Your email address will not be published. Required fields are marked*